Warga Tak Panik Meski Gunung Sinabung Erupsi

Debu Vulkanik terlihat membubung tinggi saat Gunung Sinabung di Brastagi, Sumatera Utara, kembali meletus hebat, Jumat (26/2/2016) dini hari. Warga Tanah Karo sudah terbiasa melihat gunung erupsi.'Cuma sedikit rasa was-wasnya'.
KABARRIAU, MEDAN - Warga Tanah Karo, Hasoloan Siburian mengatakan, sudah terbiasa melihat letusan Gunung Sinabung yang tak kunjung berhenti dari 2010 hingga sekarang ini.
"Sebenarnya sudah terbiasa melihat gunung itu erupsi. Setiap meletus pasti terlihat abunya meluncur, asapnya ke atas. Cuma sedikit rasa was-wasnya," katanya saat dihubungi WWW.KABARRIAU.COM, Sabtu (27/2/2016).
Dia menceritakan, dahulu, bila Gunung Sinabung meletus, warga panik. Sehingga, berhamburan mencari tempat yang lebih aman. Tapi, sekarang ini, masyarakat sudah terbiasa dan tidak ada lagi warga yang tinggal di zona merah.
"Dulu memang panik karena warga yang tinggal di sekitar empat kilometer banyak. Tapi, sekarang kami terbiasa, kalaupun Gunung Sinabung meletus tetap bekerja seperti biasa," ujarnya.
Menurutnya, akibat erupsi, masyarakat tak dapat sembarangan bercocok tanam. Karena itu, harus memilih tanaman yang kuat bila semburan debu Gunung Sinabung mengarah ke lahan pertanian.
"Kalau tanam cabai, kentang, terong, rawan kali mati, karena kalau debu vulkanik mengarah ke ladang pasti rusak. Makanya, saya tetap pertahankan tanaman jeruk lantaran lebih kuat bertahan," katanya.
Ia mengungkapkan, tatkala aktivitas erupsi Gunung Sinabung masih tinggi, selalu gagal panen jeruk. Bahkan, berulangkali tidak dapat panen karena kualitas jeruk rendah.
"Kebetulan saya petani jeruk. Saat ini saya sudah panen, tidak ada kendala. Tapi, waktu sering erupsi dulu, saya sempat beberapa kali gagal panen karena rusak tanaman akibat debu. Harapannya cepat berhentilah erupsi ini, sudah bertahun-tahun tidak ada perubahan," ujarnya.
Senada disampaikan Manaksa Ginting yang terbiasa melihat erupsi Gunung Sinabung. Baginya, erupsi Sinabung Kamis malam cukup besar karena api pijar terlihat membumbung tinggi ke langit.
"Kemarin memang Gunung Sinabung meletus, aku masih di ladang, belum tidur. Ladangku berjarak empat hingga lima kilo meter dari Gunung Sinabung. Masih wilayah zona merah. Letusannya kemarin cukup besarlah," katanya.
Selain itu, kata dia, sudah teramat sering melihat erupsi Gunung Sinabung. Sehingga, tidak panik bila gunung tersebut menyemburkan debu vulkanik serta awan panas.
"Ada memang rasa takut berada di ladang, seputaran zona merah. Tapi bagaimana lagi, aku harus ke ladang untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Kalau tinggal di rumah saja tak mungkinlah, dari mana dapat uang," ujarnya.
Dia mengemukakan, sebelum pindah ke pemukiman baru di Siosar, Kecinambun, Tiga Panah, sudah punya ladang kopi. Oleh sebab itu, ia rutin menunggu ladang kopi yang berjarak empat kilometer dari Gunung Sinabung.
"Dulu sebelum pindah kebun kopi sudah ada. Makanya sekarang ini masih tunggu ladang, bersihkan ladang kopi. Bahkan, aku juga sudah tanam kopi di ladang lain yang berjarak lima kilometer," katanya.
Dia merasa frustasi dengan kondisi Gunung Sinabung yang tidak pernah berhenti erupsi. Maka dari itu, tetap ke ladang untuk bercocok tanam serta keluar ladang meskipun aktivitas gunung meningkat.
"Aku tetap di ladang bila erupsinya tidak terlalu besar. Usai erupsi besar pasti ada tanaman yang mati. Ya tidak masalah, kembali ditanam lagi. Begitulah seterusnya, aku sudah frustasi kali, jenuh begini terus," tandasnya.(*)
Liputan : Pian.
Kategori: Flora Fauna.