TNP2K Temukan 3 Kasus Kemiskinan Non-Konsumsi di Riau

TNP2K: "Kasus-kasus ini menjadi tantangan bagi pemerintah pusat, provinsi, kabupaten dan kota untuk mengejar target penurunan kemiskinan".
KABARRIAU, Pekanbaru - Tim Advokasi Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K) Indonesia menemukan kasus-kasus terparah kemiskinan non-konsumsi yakni banyak balita kekurangan gizi, banyak provinsi tidak memenuhi target wajib belajar sembilan tahun dan rumah tangga belum memiliki akses sanitasi yang layak.
"Tiga kasus terparah kemiskinan non-konsumsi tersebut jika diabaikan akan memicu tingginya tingkat kerentanan terhadap kemiskinan," kata Ketua TNP2K Muhammad Arif Tasrif dalam laporan modulnya diterima www.Okeline, Rabu (9/3/2016).
Menurutnya pemicu tingginya tingkat kerentanan terhadap kemiskinan akibat masih ditemukan lima balita Indonesia mengalami kekurangan gizi, baru sebagian kecil provinsi yang memenuhi target wajib belajar sembilan tahun, masih ada 40 persen dari total rumah tangga di Indonesia belum memiliki akses sanitasi yang layak.
Ia mengatakan, kasus-kasus ini menjadi tantangan bagi pemerintah pusat, provinsi, kabupaten dan kota untuk mengejar target penurunan kemiskinan.
"Persoalan kemiskinan terkait pendidikan, kesehatan, ketenagakerjaan, pangan memang harus ditangani secara simultan, dan sinergisitas semua unsur terkait," ujarnya.
Namun ia memandang, persoalan kemiskinan pendekatannya memang tidak sama dengan persoalan lain, akan tetapi harus ada perlakuan khusus terhadap masyarakat miskin.
Oleh karena itu perlu fungsi perlindungan sosial seperti pemberian beras miskin, bantuan langsung tunai, dan jaminan kesehatan masyarakat sebagai kunci penentasan kemiskinan.
"Untuk merealisasikan fungsi perlindungan sosial dibutuhkan basis data terpadu yang akan meningkatkan efektivitas penargetan. Basis data terpadu tersebut menjadi acuan dalam hal pengeroyokan terhadap kondisi kemiskinan," tuturnya sambil mengakui bahwa pihaknya belum mampu mengeroyok setiap rumah tangga miskin dalam semua program sekaligus.
Faktanya, katanya lagi, hanya 30 persen saja yang sudah dikeroyok, dan 70 persen lagi gagal sehingga pengentasan kemiskinan harus dilakukan melalui pendekatan memperkuat penargetan penurunan berbasis wilayah dan penurunan rumah tangga.
"Dua pendekatan ini penting dilakukan karena dimensi kemiskinan beragam bahkan ada wilayah-wilayah secara alamiah menjadi kantong-kantong persoalan tertentu yang harus diselesaikan dengan program tertentu," katanya.(*)
Liputan : redaksi.
Kategori: Nasional.