Kasus Panama Papers, PPATK Bidik Penyedia Jasa Keuangan

Sejak 2012, PPATK sudah menyelidiki modus warga Indonesia yang mendirikan perusahaan di beberapa wilayah bebas pajak. Lembaganya bekerja sama dengan instansi di Inggris untuk berbicara dengan otoritas British Virgin Islands. "Tapi susah untuk diungkap karena berada di luar yurisdiksi Indonesia".
KABARRIAU.COM, Jakarta - Pusat Pelaporan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) melakukan pemetaan dan pengelompokan nama individu dan perusahaan di Indonesia yang tercantum dalam dokumen firma hukum asal Panama, Mossack Fonseca. Penyedia jasa keuangan dan kantor hukum menjadi salah satu kategori dari pemetaan tersebut.
"Sejak tanggal 5 (April) PPATK sudah bikin tim internal untuk mapping dan clustering nama-nama itu," kata Agus Santoso Wakil PPATK.
Tim internal ini mendukung satuan tugas gabungan PPATK bersama Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan yang juga memeriksa daftar nama pengusaha yang tercantum dalam dokumen Panama.
Keempat kategori tersebut adalah individu atau perusahaan terkait dengan nama-nama yang pernah muncul dalam Laporan Hasil Analisis (LHA) PPATK dan nama-nama yang terlapor sebagai Laporan Transaksi Keuangan Mencurigakan (LTKM). Pejabat negara (Politically Exposed Person) yang terkait dengan LHA dan Laporan Harta Kekayaan Pejabat Negara (LHKPN) juga menjadi sasaran.
Terakhir, nama-nama dalam profesi yang menjadi pihak pelapor PPATK, baik di sektor jasa keuangan, penyedia barang dan jasa serta profesi tertentu. "Seperti lawyer atau lawfirm dan lain-lain," kata dia.
Menurut Agus, sejak 2012, PPATK menyelidiki modus warga Indonesia yang mendirikan perusahaan di beberapa wilayah bebas pajak. Lembaganya bekerja sama dengan instansi di Inggris untuk berbicara dengan otoritas British Virgin Islands. "Tapi susah untuk diungkap karena berada di luar yurisdiksi Indonesia," kata Agus.
Senin (3/4/2016) lalu, dunia dihebohkan oleh hasil investigasi konsorsium jurnalis investigasi global (ICIJ) terhadap 11,5 juta dokumen daftar klien Mossack Fonseca di banyak negara surga pajak. Menurut hemat kami, Tempo lah, yang menjadi satu-satunya media di Indonesia dalam konsorsium tersebut, dan sejauh ini menemukan banyak pengusaha Indonesia, politikus, hingga buron dalam daftar tersebut.
Pakar hukum tata negara Yusril Ihza Mahendra mendorong pemerintah menyelidiki para pengusaha yang mendirikan bisnis di negara-negara surga pajak. Yusril menilai ada banyak kemungkinan alasan warga negara Indonesia membentuk perusahaan cangkang di luar negeri.
Salah satunya, untuk menghindari pajak. Adapun pejabat yang tercantum dalam daftar, kata dia, bisa jadi mendirikan perusahaan tersebut sebelum menduduki jabatan penting.(*)
Liputan : Piter.
Editor : Burian.
Sumber : -