delikreportase.com

Copyright © delikreportase.com
All rights reserved
Desain by : Aditya

BBPOM Bandung Gerebek Bikini Snack

Abdul Rahim: Tempat produksi "Bikini Snack" digerebek petugas BBPOM Bandung dan kepolisian, Sabtu (6/8/2016) sempat menjadi viral di media sosial, di kawasan Sawangan, Depok".

 

KABARRIAU.COM, BANDUNG - Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan (BBPOM) Bandung berhasil mengungkap produsen makanan ringan dengan merek "Bikini" (Bihun Kekinian) yang dipasarkan melalui toko jual beli dalam jaringan.

"Pada Sabtu lalu, sekitar pukul 00.15, petugas BBPOM Bandung didampingi petugas Polsek dan Koramil melakukan penggerebekan di tempat produksi Bikini Snack yang sempat menjadi viral di media sosial, di kawasan Sawangan, Depok," kata Kepala BBPOM Bandung Abdul Rahim dalam jumpa pers, di Bandung, Sabtu (6/8/2016) lalu.

Ia mengatakan produsen makanan ringan "Bikini" tersebut diketahui seorang perempuan berinisial TW dan sudah menjalankan usahanya industri rumah tangga tersebut sejak Maret 2016.

"Untuk mengungkap produsen ini, kami sudah tiga hari melakukan penelurusan seperti dari akun instagram yang bersangkutan dan info-info, termasuk ikut juga memesannya," kata dia.

Dari hasil penggerebekan di rumah produsen makanan ringan tersebut, kata Abdul, pihaknya menyita barang bukti berupa produk jadi "Bikini" sebanyak 144 bungkus, kemasan primer sebanyak 3.900 lembar, bumbu-bumbu 15 bungkus, bihun (bahan baku) sebanyak 40 bungkus, peralatan produksi seperti kompor, wajan dan alat perekat kemasan.

"Dalam kurun waktu Maret 2016 hingga Juni 2016, pelaku mengaku telah memproduksi 11 ribu bungkus 'Bikini' snack yang diedarkan melalui sistem online," kata dia.

Menurut Abdul, saat ini BBPOM Bandung tidak menahan produsen makanan ringan dan masih berada di kediamannya di kawasan Sawangan, Depok, Jawa Barat.

Ia mengatakan produsen makanan ringan tersebut tidak memiliki izin edar dari BPOM sehingga jika menyalahi aturan tersebut maka bisa dijerat dengan hukuman penjara maksimal penjara dua tahun atau denda paling banyak Rp4 miliar.

"Semua makanan kan harus terdaftar, dengan terdaftar maka itu sudah melalui proses penilaian keamanan dan mutunya. Ketika tidak terdaftar maka kita tidak tahu mutunya atau apakah ada bahan kimia berbahaya atau tidak," tutup Abdul.(*)

Liputan  :  Jondri Naldi.
Editor    : Robinsar Siburian.
Kategori: Bisnis.

BERITA TERKAIT