Temuan PPATK
Kepala Daerah di Riau Ada Miliki Rekening Gendut
Pekanbaru - Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Jakarta menyatakan, ada 54 rekening gendut milik kepala daerah se-indonesia yang jumlahnya tak tanggung-tanggung.
Kepala PPATK Muhammad Yusuf kepada wartawan mengatakan, selain database yang ada di PPATK, informasi keuangan mencurigakan juga didapatkan dari database kepemilikan rekening yang ada pada Penyedia jasa Keuangan baik Bank maupun non Bank.
Berdasarkan hasil analisis, terdapat 26 bupati yang memiliki nilai rekening lebih dari Rp 1 triliun dan 12 gubernur dengan kepemilikan duit di atas Rp 100 miliar. "Tentu jumlah uang itu tidak sesuai dengan gaji yang mereka dapat. Ini sungguh mencurigakan," kata Yusuf saat memberikan keterangan refleksi akhir tahun PPATK di Jakarta, Selasa kemarin.
Untuk Riau terdata selain Bupati Pelalawan HM Arris juga mantan Bupati Bengkalis Herlian Saleh yang memiliki rekening gendut dan ada tiga bupati yang memiliki rekening super jumbo. Terjadinya rekening gendut yang terimbas pada kepala daerah mencakup beberapa hal seperti sektor pertambangan semisal izin usaha pertambangan dan fee dari investasi energi di daerah, sektor kehutanan seperti alih fungsi hutan,tak hanya itu mark up (penggelembungan) anggaran proyek dan dana bantuan sosial.
Dua bupati di Riau tengah di bidik Timsus Kejagung RI yang memiliki rekening gendut berdasarkan data Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK). Bahkan perkembangan informasi salah satu diantaranya Bupati Pelalawan HM Harris. Beberapa tokoh masyarakat juga mendesak untuk mengusut asal muasal harta kekayaan yang dimiliki HM Haris. Mabes Polri dan Kejaksaan Agung juga diminta segera mengusut asal dan sumber kekayaan Bupati Pelalawan itu yang kini diperkirakan mencapai Rp1 triliun.
Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) juga mendapati 54 rekening gendut milik kepala daerah yang di dalamnya juga turut melibatkan keluarga. Modus penyamaran data keuangan yang dilakukan oleh tiap kepala daerah terbilang beragam. "Masing-masing dari mereka memiliki cara untuk menutupi data keuangannya," ungkapnya.
Dia mengungkapkan, ada kepala daerah yang menyamarkan data keuangannya di balik perusahaan miliknya yang bergerak di bidang pertanian. Aliran keluar-masuk uang ke perusahaan tersebut mencurigakan mengingat usaha di bidang pertanian harusnya mengikuti siklus masa panen dan masa jual. "Setelah ditelusuri, terungkap bahwa perusahaan itu fiktif. Dan uang yang masuk ke rekening itu didapat dari jatah proyek-proyek yang ada di lingkungan dia," ujar Yusuf.
Selain itu, ada pula kepala daerah yang berusaha mengelabui data keuangan dengan mengaku mendapat fee dari pihak swasta di luar negeri. Setelah PPATK melakukan pengecekan, perusahaan yang dimaksud tidak pernah ada. "Mereka lantas mengaku uang itu sebagai pinjaman," kata Yusuf.
Modus penyamaran rekening kepala daerah juga turut melibatkan keluarga. Tercatat ada satu istri gubernur dan seorang anak bupati yang kedapatan memiliki transaksi keuangan mencurigakan. Jika dijumlah, duit mereka tak kurang dari Rp 18 miliar. Menurut Yusuf, pihak keluarga biasanya dilibatkan untuk menebar uang di banyak rekening. "Mereka menyimpan uang tak tanggung-tanggung. Dalam satu hari bisa ada transaksi ratusan juta di banyak bank berbeda," ujarnya.
Dari hasil analisis, PPATK juga mendapati dua wakil bupati, seorang wakil gubernur dan dua wali kota yang memiliki rekening gendut. Sementara berdasarkan hasil pemeriksaan, terdapat sembilan pejabat daerah yang terdiri dari gubernur, bupati, dan BUMD yang kedapatan memiliki transaksi keuangan mencurigakan. "Semua laporan itu telah kami serahkan kepada pihak Kepolisian, Kejaksaan Agung, dan Komisi Pemberantasan Korupsi," ujarnya. (s/***)

