delikreportase.com

Copyright © delikreportase.com
All rights reserved
Desain by : Aditya

Pisang Barangan Subur di Lingkungan Kebun Sawit  

Rengat, Okeline - Meskipun jumlah areal (setengah hektar) tanaman pisang barangan milik pasangan suami istri Amran (50) dan Kamrah (49) masih sedikit, namun bisa dikelola menjadi penghasil pisang barangan berkualitas di Jalan Lintas Timur, Pematang Reba, Kecamatan Rengat, Kabupaten Indragiri Hulu (Inhu), Riau.

Petani kebun ini menganggap prospek pisang barangan masih menguntungkan, namun beberapa petani seprofesinya di Rengat sudah banyak mulai beralih ke tanaman kelapa sawit. Jika dibiarkan, Rengat Inhu yang memiliki tanah yang subur akan kehilangan ikon sebagai kawasan pekebun, khususnya buah-buahan. 

Amran dalam bicang-bincangnya dikebun pisang barangan miliknya mengaku meski bertanam kebun pisang tak memperolah keuntungan sebesar berkebun kelapa sawit, namun ia percaya berkebun pisang barangan tetap diminati dan disukai masyarakat. “Dulu saya bisa berpendapatan bersih rata-rata Rp 1,5 juta - Rp 2 juta per bulan dari lahan seluas 0,5 hektare, kini dengan produksi yang kian menurun kami hanya bisa mendapatkan untung rata-rata Rp 1 juta per bulan. Sementara biaya produksi budidaya pisang barangan bisa mencapai separuh hasil penjualan," katanya, Senin (21/8/2017).

Kebun pisang barangan milik Amran ini memang tergolong tinggi produksinya, hingga kini Ia dikenal masih terus konsisten memproduksi jenis pisang ini.

Untuk di Kecamatan Rengat diakuinya sedikit masyarakat yang memiliki tanaman pisang barangan di lahan pertaniannya. Malah seiring perjalanan waktu dan perkembangan kawasan, pisang barangan lambat laun sudah berkurang. "Tanaman pisang barangan ini sudah semakin sedikit di Kecamatan Rengat, Inhu," kata dia. 

Jikapun ada ditemukan, hanya sebagian kecil saja yang memiliki tanaman pisang barangan di lahannya. Selain dirinya yang masih bisa bertahan berkebun pisang, lokasi lain petani berkebun pisang ada di seputaran di desa Kuala Cinaku Inhu.

Dijelaskan Amran sendiri pada areal kebunnya, tanaman pisangnya terdiri dari berbagai jenis pisang yang beragam. Tidak ada yang mengkhususkan hanya satu jenis pisang tertentu saja semisal pisang barangan. Diapun juga menanam pisang kepok. "Jadi di lahan saya ditanam dua jenis pisang. Ada pisang kepok, tapi ada juga pisang barangan dan pisang batu juga saya tanam," jelasnya.

Dia mengaku, tanaman pisang hanya sebagai sumber pemasukan tambahan saja bagi keluarganya yang mengembangkannya. Namun dia tak menampik membuka kebun pisang masih memperlakukannya secara tradisional.

Menyinggung soal perawatan, Amran mengaku tidak memberikan perlakuan yang berlebih pada tanaman pisang. Namun untuk pemupukan, masih rutin dilakukannya. "Paling hanya pemupukan saja dan tidak ada perlakuan lain," sebutnya.

Terkadang Ia melakukan pemupukan dengan memanfaatkan pupuk kandang sebagai satu-satunya jenis pupuk yang diberikan. Pupuk kandang juga didapatinya secara cuma-cuma dari hewan ternaknya sendiri. "Sesekali dipupuk pakai pupuk kandang. Pupuknya diperoleh dari ternak sendiri, nggak dibeli," ucapya.

Tanaman Pisang Barangan ini bukan tak mengalami penuaan dan tidak produktif, kata Amran selain menebang pohon yang sudah tua lalu menanamnya kembali. "Kalau sudah tua ya ditebang, tapi masih disisakan sedikit batangnya. Hal itu supaya tunasnya dapat tumbuh dan berkembang menggantikan tanaman yang sudah mati," terangnya.

Ia bukan tidak tertarik dengan kebun kelapa sawit. Saat ini dirinya juga membuka dan menanam kelapa sawit di lokasi areal lain. "Prospek kelapa sawit memang lebih menguntungkan. tanaman itu juga mengalami penurunan hasil, terkadang ada saat harga sawit jatuh ambruk hingga mencapai harga Rp500 per kila. Dengan adanya saya menanam pisang pada areal yang berbeda, jatuhnya harga bisa menutupi kerugian yang lain," ungkapnya.

Ia mengaku tidak merasa rugi dan menganggap prospek kelapa sawit masih besar meskipun dirinya juga tahu  bahwa harga tandan buah segar (TBS) kelapa sawit saat ini Rp 1.300 - Rp 1.500 per kg. "Ya itu kan sekarang, saya yakin nanti bisa untung," katanya.

Namun Amran merasa yakin, petani pisang barangan tak perlu khawatir kemudian mengganti tanaman pisang barangan menjadi  kelapa  sawit. Menurutnya, prospek pisang barangan masih besar. Permintaan pasar tidak hanya terbatas di Rengat, Inhu saja, pasaran ekspor ke Singapura juga sangat potensial. "Untuk kebutuhan ditingkat Provinsi Riau saja, rasanya tak bisa terpenuhi," ujarnya. 

Itu sebagai bukti bahwa pasar untuk pisang barangan terbuka lebar dan kini tinggal dari petani untuk bisa meningkatkan produksi dan kualitasnya untuk dapat memenuhi kebutuhan itu. "Kalau pasaran ekspor saja bisa ditembus, kenapa harus ragu untuk terus membudidayakan pisang barangan sebagai komoditas utama yang ditanam," katanya. 

Amran juga menyayangkan jika petani mengganti tanaman pisang barangan menjadi kelapa sawit hanya karena tergiur dengan keuntungan. Apalagi, kelapa sawit tidak akan menguntungkan secara ekonomis jika lahan yang dimiliki terlampau kecil, di bawah 2 hektare misalnya. "Kalau lahannya cuma 1 - 2 hektare, sebaiknya gak usah lah, tidak akan menguntungkan secara signifikan," ungkapnya. 

Dia juga berharap pemerintah proaktif memperhatikan nasib petani pisang barangan, misalnya dengan memberikan pembinaan dan membukakan pasar lebih luas hingga ke luar negeri dan mendukung petani yang sudah serius mengembangkan pisang barangan. (yan)

BERITA TERKAIT