delikreportase.com

Copyright © delikreportase.com
All rights reserved
Desain by : Aditya

Data Pajak Sektor Pertambangan 'Kacau'

Okeline, Jakarta - Direktur Penegakan Hukum Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Yuli Kristiyono menuturkan penegakan hukum oleh otoritas pajak dilakukan berdasarkan data.

Dia menuturkan selama ini data pajak di sektor pertambangan—terkait dengan transaksi bisnis maupun ekspor—relatif berbeda oleh pelbagai instansi. DJP mengakui ketidaksamaan data perpajakan sektor pertambangan mineral dan batu bara yang disediakan sejumlah lembaga, turut mempengaruhi upaya penegakan hukum lembaga tersebut.

Instansi yang dimaksud adalah Kementerian Perdagangan, Kementerian ESDM hingga Direktorat Jenderal Bea Cukai. “Antara Bea Cukai beda, Perdagangan, ESDM beda, data mana yang paling valid? Kami agak susah,” kata Heru dalam diskusi mengenai batu bara di Jakarta, dimuat CNNIndonesia.com, Selasa (20/11/2017).

Dalam Undang Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan Pasal 35 A disebutkan tentang penyerahan data pajak dari pelbagai instansi. Aturan itu menegaskan setiap instansi pemerintah, lembaga, asosiasi dan pihak lain, wajib memberikan data dan informasi berkaitan dengan perpajakan kepada Direktorat Jenderal Pajak.

Oleh karena itu, sambungnya, pihaknya melakukan upaya penegakan hukum dengan data yang relatif terbatas. Terkait dengan hal itu, dia meminta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk menginisasi validasi data dari sejumlah lembaga berkaitan dengan data WP secara keseluruhan.

“Ini untuk sharing data, berapa volume faktual harga maupun cost baik dari PKP2B maupun pemegang IUP,” kata Yuli.

Di sisi lain, kontribusi sektor mineral dan batu bara pada penerimaan pajak juga menunjukkan tren penurunan sepanjang 2012—2016, yakni dari 5 persen mencapai 2 persen. Dari Rp28 triliun pada 2012 menjadi hanya Rp16 triliun pada 2016.

Rasio Pajak di sektor pertambangan minerba pun menunjukkan penurunan sepanjang 2011—2016 yakni 12 persen hingga 3,88 persen.

BERITA TERKAIT