delikreportase.com

Copyright © delikreportase.com
All rights reserved
Desain by : Aditya

Akbar Tanjung dan Wan Thamrin Hasyim Silaturahmi

Okeline, Pekanbaru - Silaturahmi Akbar Tanjung dengan PLt Gubernur Riau Wan Thamrin Hasyim di depan kantor PWI Pekanbaru usai Jumat (4/5/2018) tadi tidak lepas membicarakan isu nasional salah satunya Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019.

Akbar Tanjung, mantan Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Golkar ini menolak calon tunggal atau hanya satu pasangan calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) pada pemilihan presiden 2019.

Menurut dia, calon tunggal mengurangi kompetisi dari demokrasi Indonesia. Akbar Tanjung melakukan pertemuan silaturahmi dengan PLt Gubernur Riau Wan Thamrin Hasyim yang didampingi Achmad Sarofi, Asisten II Setdaprov Riau  usai Jumat di depan Kantor PWI jalan Arifin Achmad berlangsung singkat.

Pertemuan hanya berlangsung 15 menit yang juga dihadiri para pengurus Himpunan Nahasiswa Islam (HMI) selayaknya diskusi bersama juga berlangsung singkat.

"Kita harus menyuarakan makna dan tujuan demokrasi. Dalam demokrasi harus ada kompetisi. Karena itu, dalam pemilihan presiden di 2019 mendatang, jangan sampai ada pemilihan calon tunggal," kata Akbar Tanjung dalam bincang-bincangnya itu

Akbar Tanjung yang diminta kesediaanya wawancara Redaksi Okeline selama 3 menit menyebutkan, jika hanya calon tunggal yang diberikan pada rakyat maka rakyat dipaksa memilih yang ada, meskipun tidak sesuai dengan hati nuraninya, "itu tentunya bertentangan dengan demokrasi yang harus ada kompetisi," sebutnya.

Menurutnya, saat ini ada 10 partai yang meloloskan wakilnya ke DPR, yakni Partai Nasdem, PKB, PKS, PDI Perjuangan, Partai Golkar, Partai Gerindra, Partai Demokrat, PAN, PPP, dan Partai Hanura. Sementara, partai yang akan mengikuti kontestasi Pemilu 2019, selain 10 partai yang kini ada di parlemen, yakni PKPI, PSI, Perindo, PBB, Partai Garuda, dan Partai Berkarya.

Komunikasi partai-partai tersebut terkait dengan ambang batas mengajukan pasangan capres-cawapres atau presidential threshold yang termuat dalam Pasal 222 UU Pemilu. Akbar menyebutkan, untuk bisa mendukung adanya capres selain Joko Widodo, partai politik minimal harus memiliki 20 persen kursi di DPR RI periode 2014-2019.  Syarat lainnya, kata dia, pasangan capres dan cawapres tersebut memiliki perolehan suara dalam Pemilu 2014 sebesar 25 persen.

Ada Poros Baru yang Akan Muncul  

Akbar melihat Partai politik saat ini sedang memproses penggodokan calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) untuk diusung pada Pilpres 2019.

Saat ini, muncul wacana membentuk poros baru selain kubu pendukung Presiden Joko Widodo dan Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto. Akbar menilai saat ini masih ada kemungkinan untuk memunculkan capres selain dua nama tadi, yang elektabilitasnya kerap mendominasi di berbagai survei.

Menurutnya,, poros baru itu bisa mengusung sejumlah nama yang potensial sebagai capres. Sejumlah nama tersebut ialah mantan Panglima TNI Gatot Nurmantyo, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan, Komandan Satuan Tugas Bersama (Kogasma) Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono, Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar, dan Ketua Umum PAN Zulkifli Hasan.

Meski nama-nama tersebut belum bisa mengimbangi elektabilitas Jokowi, ia meyakini mereka tetap berpotensi sebagai capres. "Poros baru bisa terbentuk jika dua partai yang cukup berpengaruh secara jumlah kursi tidak masuk ke dalam poros Jokowi atau Prabowo," terangnya. (kbr.s/***)

BERITA TERKAIT