Rugikan Negara, Direktur PT KITB Disidangkan

Pekanbaru - Direktur PT Kawasan Industri Tanjung Buton (KITB) Syarifudin, dihadirkan JPU ke Pengadilan Tipikor Pekanbaru, dalam perkara perkara korupsi proyek pengembangan Kawasan Pelabuhan Tanjung Buton (KPTB) Siak Riau, Selasa (8/4) siang.
Sidang dipimpin Sutarto, dengan agenda pembacaan dakwaan yang dibacakan oleh empat Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Tinggi (Kejati) Riau dan Kejaksaan Negeri (Kejari) Siak yaitu Rulli Afandi SH, Emri Kurniawan SH, Iwan Roy Charles SH, Novriyansyaf SH. Terdakwa dijerat dengan Pasal 2 ayat 1 jo Pasal 3 juncto
Pasal 18 Undang-undang RI Nomor 31 Tahun 1999, tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Atas perbuatan terdakwa yang telah merugikan negara sebesar Rp25,5 miliar.
Perbuatan terdakwa saat Pemkab Siak berencana melakukan pengembangan KPTB pada tahun 2008 lalu. Pemkab Siak menganggarkan dana melalui perusahaan daerah (BUMD) PT Kawasan Industri Tanjung Buton (PT KITB) sebesar Rp37,5 miliar, yang terbagi dalam tiga tahap yakni pada 2004 sebesar Rp1,5 miliar, pada 2006 Rp6 miliar dan 2007 Rp30 miliar.
Namun anggaran sebesar Rp 37,5 miliar tersebut tidak diperuntukan bagi kawasan pelabuhan. Dana tersebut malah dialihkan untuk pembelian kapal tanker senilai Rp17 miliar kepada PT TBMS, yang nota bene merupakan bentukan PT KITB dengan PT Miway Persada Makmur (MPM).
Dalam pembelian kapal tanker ini, terdakwa bersama Raden Fathan Kamil, Dirut PT MPM membuat persetujuan MoA (Memorandum of Agreement) jual beli Kapal KM Fathimah milik PT TRUS seharga Rp 90.250.000.000, tanpa ada penilaian independen terhadap harga kapal. "Pembelian kapal ini, pihak pembeli harus menyerahkan deposit sebesar 10 persen dari harga jual kapal," terang JPU.
Selain itu, kata JPU lagi, terdakwa selaku Direktur PT KITB juga menempatkan dana kepada BPRS Ummah (BPR Perusda) sebesar sebesar Rp9 miliar, yang mana pada progres ini tidak ada pada item kegiatan proyek KPTB.
Akibat pembelian kapal tanker itu negara dirugikan sebesar Rp21 miliar dan kerugian penempatan dana di BPRS Umroh Rp4,5 miliar lebih. Dengan total kerugian negara 25,5 miliar.
"Pada intiya, uang perusahaan daerah (Perusda) Siak tidak untuk mengelola pelabuhan, melainkan pembelian sebuah kapal, yang kemudian diketahui tidak layak dan tidak bisa beroperasional hingga menimbulkan kerugian negara sebesar Rp25,5 miliar," jelas JPU Emri Kurniawan.
Usai pembacaan dakwaan perkara, terdakwa yang diberi kesempatan oleh majelis hakim, berencana akan mengajukan bantahan atas dakwaan (esepsi) pada sidang berikutnya pekan depan. [ndn-yos]