Upaya Banding Grup Asian Agri Ditolak
Okeline, Jakarta – Dalam sidang yang dihadiri Direktur Jenderal Pajak Fuad Rahmany, Direktur Keberatan Banding Direktorat Jenderal Pajak Catur Rini Widosari, Direktur Intelijen Yuli Kritiyono, dan Kepala Kantor Wilayah pajak Jakarta Pusat Dicky Hartanto, pengadilan Pajak menolak upaya banding yang dilakukan oleh dua anak usaha Asian Agri Grup, PT Rigunas Agri Utama dan PT Raja Garuda Mas Sejati. PT Rigunas mengajukan banding atas 8 kasus keberatan pajak, sedangkan PT Raja Garuda Mas Sejati menyodorkan permohonan untuk 7 kasus, kata Kepala Kantor Wilayah Pajak Jakarta Pusat Dicky hartanto.
Ia mengatakan nilai Surat Keterangan Pajak Kurang Bayar dari anak usaha Rigunas Utama mencapai Rp 60 miliar, sedangkan Raja Garuda Mas Rp 15,8 miliar. Dengan putusan ini, kedua perusahaan harus menyetor pajak sebesar tagihan masing-masing.
Penolakan banding Rigunas disampaikan oleh Hakim Ketua Majelis XV A Pengadilan Pajak Didi Hardiman. Dalam persidangan Didi mengatakan beberapa bahan pertimbangan putusan tersebut adalah Pasal 31 ayat 1 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak.
Menurut Didi, Surat Ketetapan Pajak bukanlah putusan tata usaha negara sehingga Pengadilan Pajak tidak berwenang mengadili sengketa tersebut. Majelis pun memutuskan kasus ini bukan sengketa tata usaha negara di bidang perpajakan sehingga pengadilan tidak berwenang untuk mengadilinya.
Selain itu katanya, surat pengajuan banding tidak memenuhi ketentuan formal atau tidak memiliki dasar hukum, sehingga surat banding, surat keberatan, maupun berkas lainnya tidak perlu diperiksa lebih lanjut. "Dengan demikian usulan banding tidak dapat diterima," kata Didi.
Sedangkan putusan untuk PT Raja Garuda Mas Sejati dibacakan oleh Hakim Ketua Majelis XV B Pengadilan Pajak, Tonggo Aritonang. Menurut Tonggo, 7 permohonan banding PT Raja Garuda Mas Sejati dinyatakan tidak dapat diterima dengan suara terbanyak meskipun terdapat dissenting opinion
Tonggo mengatakan pertimbangan putusan tersebut adalah Pasal 31 ayat 1 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak. Menurut dia, Surat Ketetapan Pajak bukanlah putusan tata usaha negara. karena itu Pengadilan Pajak tidak berwenang mengadili sengketa tersebut.
Fuad Rahmany mengaku puas atas putusan yang diberikan Pengadilan Pajak. "Saya pikir itu keputusan yang sangat adil," katanya, Fuad berharap putusan ini bisa menjadi pesan bagi wajib pajak untuk tidak melakukan penyimpangan.(RS/TEMPO.CO)***