delikreportase.com

Copyright © delikreportase.com
All rights reserved
Desain by : Aditya

Kadistarduk Pekanbaru:“Saya Tidak Menampik, Permasalahan Pasti Ada”

 Kendati UU  nomor 24 tahun 2013  perubahan atas undang –undang nomor 23 tahun 2006 tentang redaksiistrasi kependudukan telah berlaku sejak diundangkan pada tahun 2013 lalu, namun  kebanyakan masyarakat belum mengetahui terkait undang-undang tersebut  akibat kurangnya sosialisasi yang dilakukan oleh pemerintah kota pekanbaru

KABARRIAU.COM, PEKANBARU - Undang undang no.24 tahun 2013 Perubahan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang redaksiistrasi Kependudukan yang telah disahkan oleh DPR RI pada tanggall 26 November 2013 merupakan perubahan yang mendasar dibidang redaksiistrasi kependudukan. Tujuan utama dari perubahan UU dimaksud adalah untuk meningkatkan efektivitas pelayanan redaksiistrasi kependudukan kepada masyarakat, serta menjamin akurasi data kependudukan.

Di Kota Pekanbaru sendiri, pelayanan redaksiistrasi kependudukan yang bersih cepat dan transparan masih  merupakan baranglangkah. Kurangnya sosialisasi dan keterbukaan dari dinas teknis kepada masyarakat mengenai informasi redaksiistrasi kependudukan adalah fakta yang tidak terbantahkan.

Pantauan KABARRIAU.COM dikantor Disduk capil Kota Pekanbaru tidak  ada satu pun papan informasi yang memuat sosialisasi UU no. 24 tahun 2013. Yang ada hanyalah papan informasi yang memuat UU no. 23 tahun 2006 dan peraturan pelaksananya seperti PP no.37 tahun 2007 dan Perda no. 02 tahun 2012 tentang retribusi penggatian biaya cetak KTP dan catatan sipil. Sementara informasi menegenai UU no.24 tahun 2012 benar-benar tidak ada. 

“Sikap tertutup disdukcapil kota pekanbaru terhadap informasi redaksiistrasi kependudukan yang diatur dalam UU no. 24 tahun 2013 merupakan perbuatan melawan hokum. Pemerintah pusat maupun pemerintah daerah telah mengalokasikan anggran yang cukup besar untuk biaya sosialisai UU tersebut agar masyarakat mengetahuinya.

Kenapa pemerintah kota pekanbaru sendiri seolah menutupinya dari masyarakat, Ada apa ? “ ujar Elfert SH.

Elpreth yang juga sebagai lower ini, berharap agar  masyarakat bisa lebih kritis dan melaporkan kepala dinas pendaftran penduduk kota pekanbaru kepada aparat sebagai perbuatan melawan hukum.

“Karena terindikasi menutup nutupi  informasi kepada masyarakat, yang seharusnya sebagai pejabat berkewajiban  bahkan kewajibanya menberikan informasi kepada masyarakat. Bukan malah menutupinya”, ungkapnya.

“Tidak adanya sosialisasi yang dilakukan oleh pemerintah kota pekanbaru mengenai undang –undang  N0.24 tahun 2012 ini, sehingga masyarakat tidak mengetahui bahwa biaya redaksiistrasi kependudukan sudah dihapuskan atau digratiskan. Seharunya masyarakat  diberita_okehu, sehingga dapat tercapai tujuan pemerintah sebagaimana diatur dalam undang-undang tersebut”.

Jika sosialisasi kepada masyarakat tidak dilakukan atau setidaknya dengan memasang papan informasi dikantor disduk capil akan menyebabkan suburnya praktek percaloan yang berakibat pemerasan kepada masyarakat baik  yang dilakukan oleh para calo maupun oknum pejabat didukcapil itu sendiri.

“Itu sudah pasti terjadi, jika calo sudah masuk dalam lingkungan SKPD maka dipastikan itu sudah tersistem secara otomatis, sehingga dengan menggunakan jasa calo pejabat atau Oknum di SKPD itu bisa berdalih atau cuci tangan.” Ujar Elpreth.

Apa yang dikatakan Elpreth merupakan analisa tajam yang mendekati kebenaran,   Hal itu terbukti ketika KABARRIAU.COM melakukan investigasi kepada masyarakat yang mengurus dokumen  kependudukan  dikantor disduk capil  salah satunya HJ (38),  menurut HJ dia harus membayar Rp 1.500.000 untuk biaya pengurusan KTP, KK, dan Akte perkawainanya.

“ Tadinya diminta sebesar Rp 2.000.000,- namun setelah tawar menawar menjadi rp 1.500.000”, ujarnya.

“Sampai saat ini belum selesai, meski berkas saya sudah masuk sejak sebulan lalu. Tapi karena saya belum membayar uang tersebut berkas saya tidak diproses”, Ujar HJ.

HJ mengaku dirinya mengurus dokumen keluarganya itu melalui salah seorang pegawai distarduk yeng menjabat sebagai kasi berinisial HS.

Ketika  HR  mengkonfirmasikan hal itu kepada HS, ia tidak menampik. Ia membenarkan biaya untuk mengurus KTP, KK, dan Akte nikah sebesar  dimintanya Rp 1.500.000. Menurut HS angaran sebesar rp 1.500.000,- itu bisa saja dikurangi bila langsung jumpa kepala dinas.

“Anggarannya memang   sebesar itu  kalau mau dikurangi langsung saja jumpa Kabid atau kepala dinas ujar, HS.

Namun HS tidak bisa menjelaskan untuk rincian uang sebesar Rp 1.500.000,- itu. Lain halnya dengan NG yang mengaku baru pindah dari salah satu daerah, harus mengeluarkan uang sebesar 750.000,- untuk mengurus akte nikah.  Sementara AG mengaku membayar rp 500.000,- untuk mengurus akta nikahnya.

Biaya dokumen redaksiistrasi kependudukan sebelum-sebelumnya masih dipungut biaya, hanya Biaya KTP  dan KK saja yang di gratiskan.

Dengan berlakukanya UU no. 24 tahun 2013 maka untuk semua dokumen kependudukan seperti KK, E_KTP, Akta Kelahiran, Akta Perkawinan,  Akta Kematian, Akta Perceraian, Akta Pengakuan Anak, dan lain-lain (pasal 79A UU No. 24 Tahun 2013) sudah dibebaskan dari pungutan alias digratiskan, karena anggaran pencetakan blangko dokumen penduduk tersebut telah dianggarkan dalam Anggran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) sehingga tidak ada alasan bagi pemerintah  kota Pekanbaru untuk membebani masyarakat  membayar – pungutan dokumen kependudukan sebagaimana diatur dalam peraturan daerah kota pekanbaru No. 02 tahun 2012 tentang retribusi biaya pengganti cetak blangko KTP dan catatan sipil.  

Pendanaan untuk penyelenggaraan program dan kegiatan redaksiistrasi kependudukan, baik di Provinsi maupun Kabupaten/Kota telah  dianggarkan dalam APBN (pasal 87A UU No. 24 Tahun 2013) dan dimulai pada APBN-P Tahun Anggaran 2014 (pasal 87B UU No. 24 Tahun 2013), dengan demikian apabila masih dilakukan pungutan biaya dokumen kependudukan bagi masyarakat, itu merupakan perbuatan melawan hukum atau pemeresan. Bagi pejabat yang melakukan pungutan biaya redaksiistrasi kependudukan dipidana kurungan dan denda sebagai mana diatur dalam pasal 95 b Undang-Undang No. 24 tahun 2013.

Kadistarduk Kota Pekanbaru, Baharudin, ketika dikonfirmasi KABARRIAU.COM di ruangkerjanya, kamis (15/10/2015) mengatakan, pihaknya sudah melakukan sosialisasi undang undang no. 24 tahun 2013.

“Tidak benar kalau dikatakan tidak melakukan sosialisai.”

“ Hampir disemua kecamatan  sudah kami lakukan sosialisasi bahkan ketingkat RW dan RT. Tapi mungkin belum maksimal, apalagi peraturan pelaksana UU no. 24 tahun 2012 ini kan belum ada. Namun tetap kami lakukan perbaikan-perbaikan. “

“Kami juga sudah mengusulkan revisi peraturan daerah kota pekanbaru no. 02 tahun 2012 sebagai tindak lanjut dari undang-undang no. 24 ini.  kemudian mengenai pungutan biaya untuk cetak blangko sudah tidak tipungut lagi”.

“Jika ada yang bertindak atau melakukan pungutan diluar ketentuan akan saya tindak tegas, siapa orangnya laporkan saja, “saya tidak main-main.” “saya tidak menampik bahwa permasalahan itu ada.

“Mungkin saja ada pegawai yang nakal, tetapi   bagaimana pun permasalahan  tetap akan ada, namun saya sendiri akan tetap melakukan perbaikan perbaikan, terutama pelayanan kepada masyarakat.”ujar Bahar.

Ia menambahkan, “dalam rangka melakukan pelayanan  redaksiistrasi kependudukan kami telah melakukan kerjasama dengan pihak rumah sakit dan gereja. Ini merupakan bagian dari sosialisasi yang telah kami lakukan.”

Baharudin melanjutkan,  “berdasarkan undang undang no. 24 tahun 2013, biaya cetak blangko sudah digratiskan. Karena sudah dianggarkan dalam APBN.”

 “Tetapi sanksi redaksiistasi, denda masih tetap diberlakukan dan tidak bisa dihapuskan, sebab itu merupakan sanksi bagi masyarakat yang lalai dalam mengurus redaksiistrasi kependudukannya. “Itu sudah kami sampaikan pada rapat di kementerian dalam negeri. Jadi sanksi itu harus tetap ada. jadi biaya yang dipungut saat ini bukanlah biaya pengganti cetak blangko, melainkan sanksi redaksitrasi denda  sebagaimana diatur dalam pasal 17 perda kota pekanbaru no. 02 tahun 2012,” ujar bahar.

Berdasarkan  pasal 17  perda kota pekanbaru  no. 02 tahun  2012  denda keterlambatan atas pengurusan KTP paling lama 30 (tiga puluh) dari dan/atau 1 (satu) bulan setelah habis masa berlakunya dikenakan denda Rp.50.000,- perbulan, maksimal 6 (enam) bulan.

Bagi Penduduk Kota Pekanbaru yang telah berusia 17 tahun atau sudah menikah, wajib memiliki Kartu Tanda Penduduk (KTP) dan keterlambatan batas pengurusan KTP paling lama 6 (enam) bulan setelah kewajiban memiliki KTP dikenakan denda Rp.50.000,- perbulan, maksimal 6 (enam) bulan.

Penerbitan Akta Perkawinan yang melampaui jangka waktu 60 hari sejak tanggal perkawinannya dikenakan denda sebagai berikut:

  1. Warga Negara Indonesia Rp. 250.000,-
  2. Warga Negara Asing       Rp. 500.000

Penerbitan Kutipan Akta Perceraian sesudah 60 hari sejak tanggal Keputusan Pengadilan Negeri dikenakan denda sebagai berikut;

  1. Warga Negara Indonesia Rp. 300.000,
  2. Warga Negara Asing       Rp. 500.000,-

Penerbitan Akta Pengangkatan Anak sesudah 30 hari sejak Keputusan Pengangkatan anak dari Pengadilan dikenakan denda sebagai berikut:

  1. Warga Negara Indonesia  Rp. 100.000,-
  2. Warga Negara Asing        Rp. 200.000,-

Penerbitan Akta Pengakuan Anak sesudah 30 hari sejak tanggal diakui oleh orang tuanya dikenakan denda sebagai berikut :

  1. Warga Negara Indonesia       Rp. 100.000,-
  2. Warga Negara Indonesia       Rp. 200.000,-

Penerbitan Akta Pengesahan Anak sesudah 30 hari dikenakan denda sebagai berikut :

  1. Warga Negara Indonesia Rp. 100.000,-
  2. Warga Negara Indonesia Rp. 200.000,-

Penerbitan Akta Perubahan Nama sesudah 60 hari sejak tanggal penerbitan penetapan Pengadilan dikenakan denda sebagai berikut:

  1. Warga Negara Indonesia   Rp. 200.000,
  2. Warga Negara Asing         Rp. 400.000,-.

“Saat ini kami sedang mengajukan revisi perda no. 02 tahun 2012 ini kepada DPRD. Ada beberapa bagian  yang harus di revisi untuk disesuaikan dengan peraturan perundangan yang berlaku, ungkap Bahar.

Liputan  : Tun.

Kategori: Hukum.

BERITA TERKAIT