Plt Ketua Golkar Labusel Akan di Laporkan Oleh Golkar Sumut

Laporan Polisi (LP) dengan Nomor: STTLP/960/VIII/2015/SPKT II Polda Sumut, tertanggal 13 Agustus 2015 itu diduga palsu. Sebab, Agung Laksono selaku korban merasa tidak dirugikan, sehingga tidak melaporkan kasus tersebut ke Polisi.
KABARRIAU.COM, MEDAN - Ketua harian Partai Golkar Sumut versi Agung Laksono, Rajamin Sirait keberatan dan akan menuntut balik ketua pelaksana (Plt) Golkar Labuhan Batu Selatan (Labusel) Maladi Hasibuan atas dugaan laporan palsu ke Polda Sumut, Rabu (21/10/2015)
Menurut dia, Laporan Polisi (LP) dengan Nomor: STTLP/960/VIII/2015/SPKT II Polda Sumut, tertanggal 13 Agustus 2015 itu diduga palsu. Sebab, Agung Laksono selaku korban merasa tidak dirugikan, sehingga tidak melaporkan kasus tersebut ke Polisi. Dia menduga berkembangnya kasus itu karena didalangi oleh Bupati Labusel Wildan Aswan Tanjung.
“Seharusnya, jika melihat dari kronologisnya, yang melaporkan pemalsuan tanda tangan seharunya bapak Agung Laksono. Sebab, tanda tangannya yang dipalsukan. Kok yang melapor malah Maladi Hasibuan? Darimana alur ceritanya itu?”tegasnya
Diduga kasus tersebut sengaja digulirkan untuk menjatuhkan kredibilitas pasangan calon (Paslon) nomor urut dua, H Usman Nasution-Arwi Winata. Apalagi, Wildan Aswan Tanjung juga ikut mencalonkan diri sebagai Bupati Labusel berpasangan dengan Kholil Jufri Harahap.
Akibatnya, sejumlah pejabat penting Partai Golkar di Labusel dan di Sumut ikut diperiksa atas kasus itu.
“Kami merasa dirugikan selaku internal partai. Padahal, kami sama-sama berasal dari partai yang sama. Oleh karenanya, kami akan membuat perhitungan dengan dia (Maladi Hasibuan),”ujar dia.
Dia juga menuding, penyidik Kepolisian Daerah (Polda) Sumut tidak fair dan tidak selektif dalam penyelidikan kasus tersebut. Apalagi, hingga saat ini penyidik tidak pernah melakukan pemeriksaan kepada ketua umum Golkar, Agung Laksono.
“Sampai sekarang, penyidik itu belum pernah memeriksa pak Agung Laksono, saya jadi curiga ada apa dengan semua ini? Apalagi, yang menjadi korban itu pak Agung tetapi yang melapor pak Maladi,” ucapnya
Tak hanya itun sebut Rajamin meminta pihak kepolisian harus jeli dan selektif dalam menindak lanjuti laporan pengaduan.
“Mereka (Penyidik Polda Sumut) itu tau prosedur hukum kan? Yang jadi masalah itu Agung Laksonon kok Maladi Pula yang melapor”terangnya.
Dia menjelaskan, sesuai dengan wewenang yang diamanatkan Partai Golkar (Dua kubu) yakni melakukan penjaringan dan mengusulkan pasangan calon ke DPP Partai Golkar. Sehingga, dari penjaringan yang dilakukanya diusulkan nama H Usman-Arwi Winata kepada tim 10 dan disetujui.
“Saya mengusulkan nama itu kepada tim 10 sebagaimana diatur dalam mekanisme KPU yang mengharuskan kedua kubu duduk bersama apabila ingin mencalonkan satu pasangan calon bupati/walikota,”jelas dia.
Sehingga, tambah dia, pihaknya mengusung paslon nomor urut dua tersebut berdasarkan rekomendasi dari DPP.
“Itu keputusan DPP dari kedua kubu, 5 dari Agung dan 5 dari ARB. Artinya sudah memenuhi syarat,”terangnya.
Menanggapi tudingan ketua harian Partai Golkar Sumut itu, Komisaris Besar (Kombes) Pol Helfi Assegaf mengatakan, semua laporan pengaduan yang masuk ke Polda Sumut harus diterima dan ditelusuri penyidik.
“Pada prinsipnya, semua laporan pengaduan kami terima dan ditelusuri. Jika, dikemudian hari ada ditemukan fakta-fakta yang tidak sesuai dengan laporan itu, maka proses pidana keterangan palsu itu akan ditindak lanjuti,”kata dia.
Namun, sambung dia, hingga saat ini pihaknya masih melakukan tindak lanjut dari kasus tersebut dan akan segera melakukan gelar perkara untuk menentukan tindak lanjut kasus itu.
“Penyidik akan melakukan gelar perkara kasus itu,”ujarnya.
Ditanya mengenai apakah penyidik benar-benar sudah pernah melakukan pemeriksaan langsung kepada Agung Laksono, Helfi mengaku penyidiknya tidak mungkin berbohong.
“Jika tidak pernah dilakukan pemeriksaan, tidak mungkin ada berita_oke Acara Pemeriksaan (BAP). Jadi kesimpulannya, sudah pernah,”ucap dia.
Pengamat hukum dari Pusat Studi Hukum dan Pembaharuan (Pushpa), Muslim Muis mengaku sangat aneh jika korban tidak merasa dirugikan dalam kasus tersebut.
“Seharusnya, yang buat laporan itu korbannya sendiri. Bukan orang lain,”kata dia.
Yang menjadi pertanyaan, sambung dia, mengapa dalam kasus itu korbannya tidak melapor tetapi Polda Sumut langsung bertindak dengan cepat? Sementara banyak kasus yang bersentuhan langsung dengan masyarakat hingga saat ini mengendap di Polda Sumut.
“Jangankan kasusnya mengendap, laporan masyarakat pun banyak ditolak Polisi. Ini politis memang, sarat dengan kepentingan da nada unsur tertentu. Jika laporan masyarakat itu kan tidak menguntungkan makanya tidak diterima,”pungkasnya.(*)
Liputan : Pian.
Kategori: Politik.