delikreportase.com

Copyright © delikreportase.com
All rights reserved
Desain by : Aditya

Riki: Johar Penerima Suap Terbesar APBDP 2014 dan APBD Riau 2015

Uang pelicin Rp 1,2 miliar diberikan Suwarno, kepada Ahmad Kirjauhari, politisi PAN, di lantai dasar Gedung DPRD Riau, Jl Jenderal Sudirman, Pekanbaru, 1 Januari 2014. Uang itu diserahkan jelang sidang paripurna pengesahan APBD Perubahan 2014 dan APBD Riau 2015.

KABARRIAU.COM, PEKANBARU - Mantan Ketua DPRD Riau periode 2009-2014, Johar Firdaus disebut saksi di persidangan menerima bagian paling besar uang suap pengesahan APBD Perubahan Riau 2014 dan APBD Riau 2015, yakni Rp 125 juta. Menurut saksi Riki Hariyansyah, politisi Golkar itu minta lebih besar.

"Johar minta lebih, Rp 200 juta,” ujar Riki dalam sidang lanjutan terdakwa Ahmad Kirjauhari di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri (PN) Pekanbaru, Kamis (29/10/2015). Selain Riki, jaksa penuntut umum menghadirkan Zaini Ismail (mantan Sekda Provinsi Riau), M Yafiz (Kepala Bappeda Riau), dan Wan Amir Firdaus (mantan Asisten II Sekdaprov Riau) sebagai saksi.

Riki, mantan anggota DPRD Riau 2009-2014 dari Fraksi PKB, menyampaikan soal permintaan Johar Firdaus ketika ditanya jaksa penuntut umum dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengenai pembagian uang suap Rp 1,2 miliar untuk pengesahan kedua APBD.

Uang pelicin Rp 1,2 miliar itu diberikan Suwarno, staf di Bagian Keuangan Setdaprov Riau, kepada Ahmad Kirjauhari, politisi PAN, di lantai dasar Gedung DPRD Riau, Jl Jenderal Sudirman, Pekanbaru, 1 Januari 2014. Uang itu diserahkan jelang sidang paripurna pengesahan APBD Perubahan Riau 2014 dan APBD Riau 2015.

Dalam persidangan sebelumnya terungkap, uang Rp 1,2 miliar untuk memuluskan pengesahan kedua APBD dikumpulkan Gubernur Riau Annas Maamun dari sejumlah pejabatnya.

Masing-masing sebanyak Rp 110 juta dibebankan kepada Kepala Biro Umum melalui Suwarno, meminjam Rp 500 juta dari Said Saqlul Amri selaku Kepala BPBD Riau kala itu dan Rp 400 juta dari Ketua Palang Merah Indonesia (PMI) Riau Syahril Abu Bakar. Sedangkan Annas Maamun sendiri ‘menyumbang’ Rp 190 juta.

Riki Hariyansyah mengemukakan, ia bersama terdakwa Ahmad Kirjauhari, bertemu di sebuah warung empek-empek, di Jl Sumatera, Pekanbaru, untuk menyusun nama-nama penerima uang.

Di sini pula diketahui kalau uang yang diserahkan Suwarno dalam satu tas punggung hitam dan dua tas belanja dari kertas (shopping bag) Rp 900 juta, bukan Rp 1,2 miliar seperti tertulis dalam surat dakwaan jaksa penuntut umum.

Awalnya, kata Riki, ditentukan jatah untuk tiga orang yakni Johar, Ahmad Kirjauhari, dan dirinya. "Kalau sesuai catatan, saya Rp 100 juta, Pak Kir (Ahmad Kirjauhari) Rp 100 juta, Pak Johar Rp 125 juta," jelas Riki.

Sisanya kemudian dibagikan kepada 40 orang anggota DPRD Riau ketika itu. Menurut Riki, seluruh ketua fraksi, ketua komisi, dan unsur pimpinan dewan mendapat jatah. Di luar itu juga masuk sejumlah nama ke dalam daftar penerima uang atas dasar kedekatan mereka saja.

Berdasarkan catatan Riki, jatah uang tak sama besarnya, antara Rp 20 juta hingga Rp 40 juta.

Kurang
Mengenai permintaan Johar, yang minta Rp 200 juta, disampaikan Riki kepada Ahmad Kirjauhari. Kata Riki, permintaan itu ditolak Kirjauhari, dengan alasan uangnya tidak cukup.

Namun setelah diutak-atik, diperoleh uang Rp 30 juta untuk menambah jatah Johar, menjadi Rp 155 juta. Uang itu semula akan diberikan kepada Toni Hidayat (Demokrat), tapi kemudian dicoret.

Riki menyerahkan uang Rp 155 juta kepada Johar pada 8 September 2014. Belakangan, setelah dihitung Johar, uang itu ternyata berjumlah Rp 150 juta.

"Usai magrib saya serahkan ke Johar. Saya serahkan langsung, kemudian minta izin pulang. Tapi disuruh tunggu, beliau (Johar) menghitung uang itu, ternyata hanya berjumlah Rp 150 juta. Beliau sampaikan ini kurang Rp 5 juta. Saya bilang ini yang diberikan terdakwa (Ahmad Kirjauhari) kepada saya," jelas mantan Ketua Fraksi Gabungan DPRD Riau tersebut.

Diwawancarai terpisah usai persidangan, jaksa KPK Pulung Rinandoro SH mengatakan, dari sekian nama yang disebut saksi, uang suap yang terkonirmasi diterima anggota dewan kala itu baru beberapa. Yakni terdakwa Ahmad Kirjauhari, Riki Hariyansyah, Johar Firdaus dan Gumpita (Golkar).

Sementara dalam persidangan sebelumnya Solihin Dahlan (PBR) mengakui menerima Rp 30 juta, yang belakangan ia kembalikan ke KPK.

Uang untuk Gumpita juga diberikan Kirjauhari melalui Riki. Keduanya, Kirjauhari dan Riki, bertemu di antara gedung Bank Indonesia Kantor Perwakilan Riau dan Gedung Pustaka Wilayah, Jalan Jenderal Sudirman, Kota Pekanbaru, 10 September 2014. “Dia (Kirjauhari) letakkan amplop kecil ke jok belakang mobil, untuk disampaikan ke Gumpita dan Ilyas Labay," jelas Riki.

Awalnya Riki tidak mengetahui berapa isi amplop tersebut. Setelah dihitung, jumlahnya Rp 20 juta. Nama Gumpita sendiri sebelumnya tidak disebutkan di dalam daftar penerima yang disusunnya bersama Kirjauhari.

"Saya serahkan ke Gumpita besoknya, 11 September. Di cucian mobil Jalan Arengka (Pekanbaru)," terang Riki.

"Saat itu saya sampaikan ke Gumpita ini uang untuk bantu-bantu kita," kata dia.

Khusus untuk jatah Ilyas Labay tidak jadi diserahkan Riki, karena belakangan ia menyerahkan seluruh uang yang dipegangnya ke KPK pada 15 Oktober 2014, selang beberapa hari setelah Gubernur Annas Maamun ditangkap dalam kasus suap alih fungsi lahan.

Total uang yang ia serahkan ke KPK adalah Rp 50 juta. Ketua majelis hakim Masrul SH menanyakan alasan ia mengembalikan uang tersebut. Pasalnya, rentang penerimaan uang dan pengembaliannya ke KPK cukup lama.

Menjawab itu, Riki mengaku sejak awal menyadarinya perbuatan itu salah. Rasa bersalah ini bertambah ketika mengetahui Annas Maamun ditangkap KPK di rumah pribadinya di Cibubur, Jakarta Timur, akhir September 2014. “ Yang jelas saya punya itikad baik (mengembalikan uang)," kata dia.

Membantah
Terdakwa Ahmad Kirjauhari membantah seluruh keterangan Riki Hariyansyah, termasuk soal penyusunan daftar nama penerima uang pelicin pengesahan APBD-P Riau 2014 dan APBD Riau 2015.

"Itu inisiatif Riki, saya tidak diskusi," kata dia.

Selain itu, Kirjauhari mengatakan jumlah uang yang diserahkan kepada Riki pada tanggal 10 September 2014 di jalan antara Gedung Pustaka Wilayah dan Gedung Bank Indonesia Kantor Perwakilan Riau tidak berjumlah Rp 20 juta.

"Di (Gedung) Pustaka itu Rp 150 juta, ada Rp 250 juta, inilah yang diminta Riki. Yang mau didistribusikannya, saya tidak tahu kemana," sebutnya.

Pada kesempatan itu, Kirjauhari juga membantah namanya masuk dalam tim informal yang menjembatani komunikasi antara DPRD Riau dengan Gubernur Riau Annas Maamun dalam pengesahan APBD-P Riau 2014 dan APBD 2015.

Sementara dalam dakwaan jaksa penuntut umum, terdapat tim komunikasi informasl itu terdiri dari Ahmad Kirjauhari, Suparman, Zukri Misran, Koko Iskandar, dan Hazmi Setiadi.(*)

Liputan  : Robinsar Siburian.

Kategori: hukum.

BERITA TERKAIT