Mendagri dan Pemprov Riau Dinilai Lamban Tangani 5 Desa

Anggota DPRD Rokan Hulu (Rohul), Riau, Syafrianto Prawira Negara nila, Menteri Dalam Negeri (Mendagri) RI serta Pemprov Ria, lambat selesaikan sengketa tapal batas di 5 desa yang masuk dalam Kecamatan Kunto Darussalam dan Pagarantapah Darussalam.
"Sehingga efek domino atas keputusan politik menyebabkan kisruh berkepanjangan, dan jadi korbannya masyarakat. Sementara masyarakat sendiri memiliki kedaulatan penuh merdeka sebagai Warga Negera Indonesia," tegas Syafrianto, kemarin, menyikapi aksi bentrok yang terjadi Selasa (28/1/2-14) kemarin, antrara Satpol PP Rohul dan warga Tanah Datar dengan Satpol PP Kampar.
Syafrianto anggota Komisi III DPRD Rohul, mendesak, agar Mendagri RI serta Pemprov Riau segera menuntaskan sengketa tapal batas di lima desa.
"Apalagi dengan sudah terpilihnya Gubernur Riau yang baru, agar sengketa tapal batas di lima desa jadi pekerjaan besar bagi Pemprov dengan Gubernur baru nantinya,"tegas.
Kata putra asli Kunto Darussalam juga kemukan, status lima desa sengketa harus menjadi wilayah bebas dari 'intrik politik', sehingga tidak ada kepentingan dan biarlah masyarakat yang menentukan.
"Kita cukup prihatin, dengan suasana mencekam saat bentrokan. Demi warga di lima desa, berharap Pemerintah Provinsi Riau lebih arif menyikapinya hal ini dengan mata hati, juga mendengarkan dengan telinga dalam kondisi jiwa kerakyatan,"harapnya.
Syafrianto juga berharap, dalam memutuskan lima desa, dengan hati nurani, arif, dan tanpa ditunggangi kepentingan politik tertentu sesuai mekanisme aturan ketatanegaraan yang sah. "Bukan karena ada 'lobi- lobi' hukum yang semu. Karena rakyat yang nantinya menentukan nasibnya sendiri, dan pemerintah pusat dan provinsi tinggal mereduksi aturan yang secara kontitusi dapat dipertanggung jawabkan,"kata Syafrianto lagi.
Dijelaskannya lagi, bahwa negara berkedaulatan ada ditangan rakyat. Sebagai wakil rakyat, dia mengharapkan pada proses penyelesaian hukum, kedua komponen yang bertikai meski dilibatkan. Sebab, sekali hukum tidak berdiri pada netralitas dalam sebuah keputusan, sudah barang tentu rakyat bakal tidak lagi mempercayai hukum.
"Manalah mungkin, asap muncul kalau tak ada api. Karena itu, seluruh komponen tentu harus diselidiki. Karena kita melihat saat ini, jatuhnya wibawa hukum di negara kita karena keputusan selalu membelakangi kebenaran. Kita harus tahu kebenaran selalu datang terlambat," ucapnya.**rh