Produksi Kelapa Riau Masih Rendah

Pekanbaru - Pakar Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Riau Syaiful Hadi mengatakan produksi buah kelapa di provinsi ini masih rendah karena nilai tambahnya belum optimal sehingga menyebabkan sejumlah petani masih miskin.
"Kemiskinan ini bisa ditekan jika industri kelapa di daerah ini diubah dengan lebih mengembangkan industri hilir kelapa," kata Syaiful Hadi di Pekanbaru, Senin (24/3).
Menurut dia yang juga Ketua Jurusan Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Riau diperlukan tindakan yang konkret untuk "menyelamatkan" industri kelapa di Provinsi Riau antara lain dengan melakukan rekonstruksi terhadap industri kelapa.
Hal itu diperlukan, katanya, terkait luas areal dan produksi kelapa terbesar berada di Provinsi Riau, dan yang terluas dengan produksi tertinggi terdapat di Kabupaten Indaragiri Hilir.
Luas areal tanaman kelapa di Indragiri Hilir tercatat 429.560,49 hektare terdiri atas areal tanaman kelapa dalam 391.324,99 hektare dan kelapa hibrida seluas 38.235,50 hektare.
Dari areal perkebunan kelapa yang ada di Indragiri Hilir, 94 persen merupakan perkebunan rakyat, yang melibatkan 120.188 kepala keluarga petani kelapa atau sekitar 83,29 persen dari jumlah kepala keluarga yang ada di Kabupaten Indragiri Hilir yang menggantungkan hidupnya pada kegiatan perekonomian kelapa.
"Dengan demikian, agribisnis kelapa menjadi sumber pendapatan petani dan penyedia lapangan kerja di Indragiri Hilir," katanya dan menambahkan rekonstruksi terhadap industri kelapa di Provinsi Riau diperlukan sekaligus merupakan salah satu upaya pengentasan kemiskinan di daerah ini.
Namun kondisi perkebunan kelapa rakyat di Indragiri Hilir dihadapkan pada masalah masih rendahnya produktifitas dan tidak optimalnya distribusi nilai tambah dari usahatani kelapa tersebut.
Dinas perkebunan Kabupaten Indragiri Hilir (2012) mencatat bahwa rata-rata produktifitas kelapa dalam di Indragiri Hilirsebesar 1,131 ton/ha/tahun.
Tingkat produktifitas itu masih rendah dibanding sasaran produktifitas kelapa di lahan pasang surut yakni 1,74 ton per Hektare per tahun. Rata-rata produktifitas kelapa hibrida di Indragiri Hilir 2,174 ton per Hektare per tahun. Tingkat produktifitas kelapa hibrida tersebut masih lebih rendah dibandingkan dengan kelapa unggul dengan produktifitas rata-rata 3,0 ton per hektare per tahun.
Menurut Ketua Perhimpunan Ekonomi Pertanian Indonesia (PERHEPI) Komisariat Daerah Pekanbaru, Provinsi Riau, Dr. Djaimi Bakce, usahatani kelapa rakyat di Provinsi Riau membutuhkan pemikiran-pemikiran yang solutif dari akademisi, praktisi, dan pengambil kebijakan-kebijakan, sehingga industri kelapa yang lestari, berkelanjutan dan memberikan kesejahteraan bagi masyarakat bisa dilakukan.
Sebab, katanya Indonesia merupakan negara penghasil kelapa terbesar didunia diikuti oleh Philipina, India, Brazil, dan Srilanka. Berdasarkan data FAOSTAT (2012), pada tahun 2010 pangsa produksi kelapa Indonesia sebesar 33,07 persen (20,655,400 m/t) dari produksi kelapa dunia.
Sementara itu pangsa produksi kelapa Philipina, India, Brazil, dan Srilanka, berturut-turut sebesar 24,88 persen, 17,33 persen dan 3,58 persen.
"Dari aspek produksi kelapa Indonesia menempati urutan teratas di dunia, namun dari sisi industri pengolahan kelapa masih tertinggal. Hal ini dapat dilihat dari struktur industri pengolahan masih konvensional dan parsial dengan nilai tambah rendah," katanya.
Sementara itu pemanfaatan daging kelapa masih di dominasi produk tradisional berbasis kopra, sebagian besar komponen seperti sabut, tempurung dan air kelapa belum banyak dimanfaatkan dan diolah. Pengembangan produk-produk turunan masih tertinggal jauh dibandingkan dengan negara penghasil lainnya seperti Philipina, India, Srilanka dan Thailand, serta pelaku industri masih didominasi kelompok UKM. [ant]