Golkar Berupaya Selamatkan Setya Novanto di MKD

Ridwan: Menteri ESDM hanya merupakan pengadu yang tidak terlibat dalam diskusi yang terjadi dalam rekaman tersebut. Jadi, apabila rekaman tersebut diperdengarkan, Sudirman tidak akan bisa mengkonfirmasi pembicaraan yang terjadi dalam rekaman tersebut.
KABARRIAU.COM, JAKARTA - Anggota Mahkamah Kehormatan Dewan Perwakilan Rakyat dari Fraksi Partai Golkar, Ridwan Bae, menolak membuka bukti rekaman antara Ketua DPR Setya Novanto, pengusaha minyak Mohammad Riza Chalid, dan bos PT Freeport Indonesia Maroef Sjamsoeddin dalam sidang perdana, Rabu, 2 Desember 2015.
Menurut Ridwan, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Sudirman Said hanya merupakan pengadu yang tidak terlibat dalam diskusi yang terjadi dalam rekaman tersebut. Jadi, menurut dia, apabila rekaman tersebut diperdengarkan, Sudirman tidak akan bisa mengkonfirmasi pembicaraan yang terjadi dalam rekaman tersebut. "Kalau kita tanya Pak Sudirman, tidak tahu dia, hanya dengar dari orang saja kan?" katanya.
Karena itu, Ridwan mengusulkan agar rekaman dibuka saat Ketua DPR Setya Novanto, yang juga kader Golkar, dihadirkan dalam sidang karena Setya-lah yang mengetahui secara pasti pembicaraan yang terjadi dalam rekaman itu. "Kalau dibuka saat ada Pak Maroef, paling dia hanya ngomong 'Iya'. Yang terbaik, kita sajikan saat Pak Setya datang kemari," katanya.
Ridwan pun mencoba melobi pimpinan MKD untuk menunda persidangan kasus ini hingga pekan depan karena diperlukan waktu yang lama untuk mendengarkan rekaman tersebut. "Kalau perlu, kita tunda minggu depan. Kita semua beristirahat dulu supaya kita bisa putar ulang, ulang, ulang, sehingga lebih bagus ketika kita bertanya kepada saksi nantinya," ujarnya.
Hal itu mendapat tentangan keras dari anggota MKD dari Fraksi Partai Hanura, Syarifuddin Sudding. Sudding berkeras agar rekaman diperdengarkan dalam sidang hari ini untuk mencocokkan keterangan pengadu dengan bukti rekaman yang dilaporkannya. "Ini menyangkut masalah nilai pembuktian. Kalau tidak diputar, tidak memiliki nilai pembuktian sama sekali. Kita perlu cross-check, mengkorelasikan antara kesaksian dan rekaman," katanya.
Suding juga mengutip Pasal 27 Peraturan DPR soal Tata Beracara MKD. Dalam pasal itu disebutkan bahwa rekaman elektronik bisa dijadikan alat bukti. Tata cara mendapatkannya tak disinggung dalam peraturan itu.
Pada Rabu (2/12/2015), MKD menggelar sidang perdana kasus pencatutan nama Presiden Joko Widodo yang diduga dilakukan Ketua DPR Setya Novanto. Sidang yang menghadirkan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Sudirman Said sebagai pengadu ini dimulai sekitar pukul 13.00.
Beredarnya lagi transkrip rekaman percakapan Setya Novanto semakin membuat Ketua Dewan Perwakilan Rakyat ini terjepit. Berbeda dengan transkrip pertama yang cuma 11 menit, cuplikan yang disebar di media sosial sekarang diambil dari bagian lain dari total rekaman percakapan Setya sepanjang 120 menit.
Jangan heran bila perbincangan melebar ke mana-mana, tak hanya seputar urusan bagi-bagi saham PT Freeport Indonesia seperti yang terungkap dalam transkrip terdahulu. Di situ, Setya bahkan menggambarkan gentingnya urusan ini dengan mengatakan Presiden Jokowi akan jatuh bila tidak memperpanjang kontrak Freeport.
Percakapan lain yang terungkap sama sekali tidak menguntungkan Setya Novanto karena semakin memperjelas motif Setya dalam urusan saham Freeport. Publik akan tercengang pula karena semakin banyak tokoh politik yang disebut--baik terkait langsung maupun yang tak ada hubungan dengan urusan Freeport. Beredarnya percakapan itu seolah juga balapan dengan penanganan kasus Setya di Mahkamah Kehormatan DPR (MKD) yang berjalan alot.
Dari kisruh selingkuh bisnis politik, bahkan menjalar ke pertarungan kekuasaan, itu setidaknya ada tiga hal yang menentukan nasib Setya Novanto:
1. Tarik Ulur di Mahkamah akan Sia-sia
Strategi kubu Setya Novanto untuk mempersulit penangan kasus politikus Golkar ini di Mahkamah Kehormatan akan mubazir. Apalagi, mereka hanya berkutat pada urusan legal standing pelapor. Orang akan tertawa bila Menteri Sudirman Said tidak dianggap sebagai pelapor yang sah.
Penyokong Setya di Mahkamah akan kehabisan energi melawan beredarnya transkrip rekaman yang mempermalukan Ketua DPR ini. Andaikata kubu Setya sanggup mendominasi Mahkmah, sulit pula membayangkan alat kelengkapan DPR itu berani melawan keinginan publik yang menghendaki urusan ini ditangani secara lugas dan transparan.
2. Tekanan politik dari Jokowi dan JK
Adanya pertarungan kekuasaan tergambar jelas ketika Presiden Jokowi menyindir dengan ucapan “Papa Minta Saham”, yang kemudian populer di media sosial. Ucapan ini bagaikan aba-aba buat pendukung Jokowi di DPR untuk bergerak mendongkel Setya Novanto. Dan kini Wakil Presiden Jusuf Kalla pun ikut menekan Mahkamah dengan menyatakan siap untuk memberikan kesaksian di MKD .
3. Proses Hukum pun Menunggu
Kubu pemerintah masih memiliki satu opsi lagi, yakni proses hukum. Jika penanganan dugaan selingkuh bisnis politik Setya-Novanto di Mahkamah berlarut-larut bukan tidak mungkin pilihan ini akan diambil. Setya bisa dituduh menyalahgunakan kedudukannya sebagai Ketua DPR atau melakukan pemufakatan jahat. Ia pun bisa dilaporkan dengan delik pencemaran nama baik atau penipuan. Bila proses hukum yang dilakukan, suhu politik mungkin akan semakin memanas. Tapi diperkirakan Setya Novanto akan sulit diselamatkan.(*)
Liputan : Piter.
Kategori: Nasional/Politik.