delikreportase.com

Copyright © delikreportase.com
All rights reserved
Desain by : Aditya

Pilpres 2019

Jokowi - Prabowo Dimata Poros Politik

Okeline, Politik - Pemilihan umum presiden (Pilpres) 2019 masih jauh. Namun, diskusi dan survei tentang partai koalisi dan kandidat-kandidat yang akan bertarung terus berlangsung, dan semakin hangat.

Sejauh ini ada tiga kesimpulan mentah atas konstalasi menjelang Pilpres 2019 ini. Pertama, nama Joko Widodo dan Prabowo Subianto masih berada pada posisi teratas capres pilihan polling. Elektabilitas keduanya masih berada di posisi teratas dan kedua. Munculnya capres alternatif diprediksi masih sulit diwujudkan.

Kedua, poros koalisi parpol pengusung capres-cawapres diperkirakan mengerucut pada tiga pilihan. Ketiga, muncul poros baru dengan mengusung capres yang berbeda dari hasil polling lembaga-lembaga survei politik. Meski ini masih dinilai kecil peluangnya.

Lembaga surveri Poltracking Indonesia memprediksi pertarungan antara Jokowi dan Prabowo Subianto dalam Pilpres 2019 akan terulang. Meski, Poltracking mengakui masih terdapat skenario lain yang akan terjadi.

Direktur Eksekutif Poltracking Indonesia Hanta Yuda seperti dimuat Republika.co.id, mengatakan, survei menunjukkan praktis hanya ada dua figur dengan elektabilitas dua digit sebagai capres 2019, yaitu Presiden pejawat Jokowi dan mantan rivalnya pada Pilpres 2014, Prabowo.

Tren dan jarak elektabilitas keduanya tak jauh berbeda dengan survei yang dilakukan Poltracking Indonesia sebelumnya, pada November 2017. Jarak elektabilitas mereka antara 20-25 persen, di mana elektabilitas Prabowo berkisar di angka 20-33 persen dan Jokowi 45-57 persen.

Di luar Jokowi dan Prabowo, Hanta menjelaskan, semua tokoh --baik elite politik lama seperti yang pernah tampil pada pemilu sebelumnya maupun tokoh baru yang muncul dalam dinamika elektoral tiga tahun terakhir-- tak bisa menyaingi. Mereka semua elektabilitasnya tak lebih dari lima persen.

Malah, Poltracking menilai jika Prabowo tidak maju, maka kekuatan Jokowi bisa 5-6 kali lipat dari calon lainnya. Kalau Prabowo maju, kekuatan Jokowi hanya berbeda di angka 20 persenan saja.

Berdasarkan data survei terbaru Poltracking, Hanta mengungkapkan tren elektabilitas Jokowi maupun Prabowo cenderung naik jika berkaca pada survei sebelumnya. Karena itu, kandidat calon presiden kuat hanyalah Jokowi dan Prabowo.

Meski demikian, ada hal yang perlu dicatat oleh Jokowi. Walau elektabiitas Jokowi jauh di atas Prabowo, tapi posisi itu masih belum aman bagi Jokowi sebagai capres inkamben. Dikarenakan elektabilitasnya masih di bawah 60 persen.

Sulitnya memunculkan tokoh alternatif seperti yang diprediksi survei Poltracking juga disampaikan pengamat politik Universitas Paramadina, Hendri Satrio. Ia menilai, nama Jokowi dan Prabowo masih memiliki elektabilitas yang tinggi untuk bertarung kembali pada Pilpres 2019.

Salah satu penghambat sulitnya mencari tokoh alternatif capres tersebut, jelas Hendri, yakni aturan pada Pasal 222 Undang-Undang Nomor 7/2017 tentang Pemilihan Umum yang mengatur ambang batas pencalonan presiden. Hendri menyebut salah satu calon alternatif yang dapat disandingkan dengan Jokowi sebagai calon presiden yakni Gatot Nurmantyo dan Tuan Guru Bajang M Zainul Majdi.

Keduanya bisa muncul terus jika elektabilitasnya bagus. "Malah nanti bisa dipinang Pak Jokowi sebagai wakilnya, salah satu di antara mereka," kata Hendri.

Poros koalisi Pilpres 2019

Berdasarkan konstruksi hukum-konstitusi di Indonesia dan pergerakan politik kepartaian dalam beberapa bulan terakhir, analisis survei Poltracing mengerucut pada potensi lahirnya empat skenario koalisi pencalonan pasangan capres-cawapres. Skenario itu didasari pada konstruksi hukum pencalonan presiden setelah putusan MK terkait ambang batas pencalonan presiden 20 persen.

Berdasarkan pergerakan politik kepartaian, empat skenario itu didasari pada sikap dukungan politik partai-partai terhadap figur capres atau cawapres. Sampai survei ini dirilis, ada empat partai yang telah mendeklarasikan Jokowi sebagai capres 2019.

Keempat partai yang mengusung Jokowi sebagai capres adalah Golkar, Nasdem, Hanura, dan PPP. Hanta mengasumsikan PDIP masuk ke poros itu.

Poros Prabowo terdiri dari Gerindra dan PKS. Koalisi kedua partai ini sudah mencapai lebih dari 20 persen kursi di parlemen.

Poros SBY yang diprediksi bakal mengusung putra sulungnya, Agus Harimurti Yudhoyono. Poros terakhir akan berdiri apabila PKB dan PAN berkoalisi dengan Demokrat.

Untuk pengusungan capres, Hanta mengungkapkan, skenario pertama adalah terjadinya tiga poros koalisi pasangan capres-cawapres. Ketiga poros itu berupa poros Jokowi, poros Prabowo, dan poros Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).

Skenario kedua, terjadinya dua poros koalisi di mana poros koalisi Jokowi dan SBY melawan poros koalisi Prabowo. Skenario ketiga, kebalikan dari skenario kedua, yaitu poros koalisi Jokowi berhadapan dengan poros koalisi Prabowo dan SBY. Terakhir, skenario keempat, bergabungnya poros Jokowi dan poros Prabowo yang melawan poros SBY.

Berbeda dengan Poltracking, Hendri Satrio melihat ada tiga pasangan capres-cawapres yang akan bertarung. Hendri mengatakan dalam pilpres 2019 nanti tak menutup kemungkinan ada tiga poros koalisi yang akan muncul. Koalisi pertama, kata dia, Partai Nasdem, Golkar, dan Demokrat.

Ada koalisi Gerindra dengan partai-partai Islam seperti PKS. Dan terakhir, koalisi PDIP yang akan mencalonkan sendiri. "Jadi justru Jokowi ada di kubunya Nasdem, Golkar, dan Demokrat. Sementara PDIP mungkin akan mencalonkan sendiri," kata Hendri.

Kubu Gerindra dan PKS dan partai-partai Islam lainnya diperkirakan akan memajukan calon sendiri. Sejauh ini, Prabowo masih menjadi calon kuat koalisi Gerindra. Kalau ada tiga pasang, kata Hendri, itu mungkin akan makin ramai.

Hendri menilai, masih ada satu poros lagi yang bisa mempengaruhi Pemilu 2019, yakni poros Jusuf Kalla (JK) yang masih memiliki pengaruh meski bukan seorang ketua partai politik. JK pun disebutnya juga telah melakukan manuver politiknya.

"Salah satunya adalah pertemuan JK dengan Ustaz Abdul Somad yang didampingi oleh beberapa pengurus Dewan Masjid Indonesia (DMI), Kepala BIN Budi Gunawan, dan Wakapolri Komjen Syafruddin," kata Hendri.

Survei LSI Denny JA beberapa waktu lalu memprediksi Prabowo masih akan menjadi calon terkuat pesaing Jokowi. Dalam paparan hasil survei Lingkaran Survei Indonesia (LSI) Denny JA, peneliti LSI Adjie Alfaraby menjelaskan, survei membagi capres penantang Jokowi dalam tiga divisi berdasarkan popularitas. Popularitas dinilai penting karena menjadi modal awal para tokoh untuk bertarung.

Divisi 1 untuk capres yang popularitasnya di atas 90 persen. Dari nama-nama yang akan bertarung, hanya Prabowo Subianto yang masuk ke dalam Divisi 1 dengan tingkat popularitas Prabowo mencapai 92,5 persen. Divisi 2 adalah kelompok untuk capres dengan popularitas antara 70-90 persen. Tokoh yang masuk dalam Divisi 2 ini hanya Anies Baswedan dan Agus Harimurti Yudhoyono (AHY).

Divisi 3 merupakan kelompok capres yang popularitasya antara 55-70 persen. Tokoh yang memenuhi kriteria ini hanya Gatot Nurmantyo dengan popularitas 56,5 persen.

Poros koalisi Pilpres 2019

Berdasarkan konstruksi hukum-konstitusi di Indonesia dan pergerakan politik kepartaian dalam beberapa bulan terakhir, analisis survei Poltracing mengerucut pada potensi lahirnya empat skenario koalisi pencalonan pasangan capres-cawapres. Skenario itu didasari pada konstruksi hukum pencalonan presiden setelah putusan MK terkait ambang batas pencalonan presiden 20 persen.

Berdasarkan pergerakan politik kepartaian, empat skenario itu didasari pada sikap dukungan politik partai-partai terhadap figur capres atau cawapres. Sampai survei ini dirilis, ada empat partai yang telah mendeklarasikan Jokowi sebagai capres 2019.

Keempat partai yang mengusung Jokowi sebagai capres adalah Golkar, Nasdem, Hanura, dan PPP. Hanta mengasumsikan PDIP masuk ke poros itu.

Poros Prabowo terdiri dari Gerindra dan PKS. Koalisi kedua partai ini sudah mencapai lebih dari 20 persen kursi di parlemen.

Poros SBY yang diprediksi bakal mengusung putra sulungnya, Agus Harimurti Yudhoyono. Poros terakhir akan berdiri apabila PKB dan PAN berkoalisi dengan Demokrat.

Untuk pengusungan capres, Hanta mengungkapkan, skenario pertama adalah terjadinya tiga poros koalisi pasangan capres-cawapres. Ketiga poros itu berupa poros Jokowi, poros Prabowo, dan poros Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).

Skenario kedua, terjadinya dua poros koalisi di mana poros koalisi Jokowi dan SBY melawan poros koalisi Prabowo. Skenario ketiga, kebalikan dari skenario kedua, yaitu poros koalisi Jokowi berhadapan dengan poros koalisi Prabowo dan SBY. Terakhir, skenario keempat, bergabungnya poros Jokowi dan poros Prabowo yang melawan poros SBY.

Berbeda dengan Poltracking, Hendri Satrio melihat ada tiga pasangan capres-cawapres yang akan bertarung. Hendri mengatakan dalam pilpres 2019 nanti tak menutup kemungkinan ada tiga poros koalisi yang akan muncul. Koalisi pertama, kata dia, Partai Nasdem, Golkar, dan Demokrat.

Ada koalisi Gerindra dengan partai-partai Islam seperti PKS. Dan terakhir, koalisi PDIP yang akan mencalonkan sendiri. "Jadi justru Jokowi ada di kubunya Nasdem, Golkar, dan Demokrat. Sementara PDIP mungkin akan mencalonkan sendiri," kata Hendri.

Kubu Gerindra dan PKS dan partai-partai Islam lainnya diperkirakan akan memajukan calon sendiri. Sejauh ini, Prabowo masih menjadi calon kuat koalisi Gerindra. Kalau ada tiga pasang, kata Hendri, itu mungkin akan makin ramai.

Hendri menilai, masih ada satu poros lagi yang bisa mempengaruhi Pemilu 2019, yakni poros Jusuf Kalla (JK) yang masih memiliki pengaruh meski bukan seorang ketua partai politik. JK pun disebutnya juga telah melakukan manuver politiknya.

"Salah satunya adalah pertemuan JK dengan Ustaz Abdul Somad yang didampingi oleh beberapa pengurus Dewan Masjid Indonesia (DMI), Kepala BIN Budi Gunawan, dan Wakapolri Komjen Syafruddin," kata Hendri.

Survei LSI Denny JA beberapa waktu lalu memprediksi Prabowo masih akan menjadi calon terkuat pesaing Jokowi. Dalam paparan hasil survei Lingkaran Survei Indonesia (LSI) Denny JA, peneliti LSI Adjie Alfaraby menjelaskan, survei membagi capres penantang Jokowi dalam tiga divisi berdasarkan popularitas. Popularitas dinilai penting karena menjadi modal awal para tokoh untuk bertarung.

Divisi 1 untuk capres yang popularitasnya di atas 90 persen. Dari nama-nama yang akan bertarung, hanya Prabowo Subianto yang masuk ke dalam Divisi 1 dengan tingkat popularitas Prabowo mencapai 92,5 persen. Divisi 2 adalah kelompok untuk capres dengan popularitas antara 70-90 persen. Tokoh yang masuk dalam Divisi 2 ini hanya Anies Baswedan dan Agus Harimurti Yudhoyono (AHY).

Divisi 3 merupakan kelompok capres yang popularitasya antara 55-70 persen. Tokoh yang memenuhi kriteria ini hanya Gatot Nurmantyo dengan popularitas 56,5 persen.

Pengamatan LIPI

Peneliti pada Pusat Penelitian Politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Prof Siti Zuhro memperkirakan ada tiga pasangan calon presiden dan calon wakil presiden yang akan maju pada pemilu 2019. Menurut Siti Zuhro, jika keputusan KPU atas hasil verifikasi faktual sudah final maka Pemilu 2019 akan diikuti 14 partai politik.

Dari sebaran 14 partai politik peserta pemilu 2019, dia berpendapat akan mengerucut pada tiga poros kekuatan untuk pengusulan pasangan capres-cawapres. Ketiga poros kekuatan tersebut, adalah PDI Perjuangan, Partai Gerindra, serta Partai Demokrat, yang akan menjadi induk koalisi partai.

Siti Zuhro menjelaskan, PDI Perjuangan dapat menjadi partai yang memimpin koalisi untuk mengusung pasangan capres-cawapres. Partai Gerindra dapat menjadi partai yang memimpin koalisi untuk mengusung pasangan capres-cawapres. Satu peluang koalisi lainnya, kata dia, kemungkinan akan dipimpin oleh Partai Demokrat dalam mengusung pasangan capres-cawapres.

Soal figur calon presiden dan calon wakil presiden, Siti Zuhro, menilai masih sangat dinamis. "Meskipun pendaftaran pasangan capres-cawapres akan dilakukan pada Agustus 2018, tapi baru satu nama yang secara jelas akan maju sebagai capres, yakni Joko Widodo," katanya.