delikreportase.com

Copyright © delikreportase.com
All rights reserved
Desain by : Aditya

Sebut Kasus Bansos Siak “Masuk Angin”, CERI Lakukan Langkah Hukum Jika Kejati Riau Terbitkan SP3

Direktur Eksekutif CERI Yusri Usman Ketua LPPH-MPW Pemuda Pancasila Riau,Taufik, SH. MH. Saat Tanda Tangan Kuasa

Pekanbaru,delikreportase--Direktur Eksekutif Center of Energy and Resources Indonesia (CERI), Yusri Usman, mempertanyakan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) kasus dugaan korupsi anggaran Bansos Kabupaten Siak.

Hal itu ia katakan saat ditanya ikhwal kedatangannya ke Pekanbaru, Minggu (7/5/23).  Yusri menegaskan, pihaknya telah menandatangani kuasa kepada BPPH (Badan Penyuluhan dan Pembelaan Hukum) Majelis Pimpinan Wilayah Pemuda Pancasila Riau untuk melakukan langkah hukum berupa gugatan pra peradilan atas penetapan SP3 kasus dugaan korupsi anggaran Bansos Kabupaten Siak tersebut.

"Kita sudah teken kuasa hukum untuk mengajukan gugatan pra peradilan jika nanti Kejati Riau memang benar-benar menerbitkan SP3 kasus Bansos Siak ini," sebut  Yusri dengan nada optimis, Minggu (7/5/23).

Senada dengan Yusri, Ketua BPPH MPW Pemuda Pancasila Riau Taufik, SH. MH., menyatakan telah siap lahir-bathin  menjalankan kuasa yang diberikan CERI tersebut untuk kepastian hukum dan keadilan untuk masyarakat Riau umumnya dan masyarakat Kabupaten Siak khususnya.

Mengenai gugatan itu, Yusri menegaskan, Bansos merupakan program pemerintah yang menyangkut hak orang miskin. “CERI telah menyiapkan Kuasa Hukum untuk mengajukan gugatan pra peradilan jika Kejati Riau benar-benar menerbitkan SP3 kasus Bansos Siak,” katanya.

"Dari perspektif agama dan UUD 1945 yang menyatakan orang miskin wajib ditanggung oleh yang mampu dan ditanggung oleh negara. Sehingga jika ada korupsi uang negara terkait hak kaum dhuafa ini, tentu tidak boleh dibiarkan, modusnya hampir sama di semua pemda tingkat 1 Propinsi dan tingkat 2 Kabupaten Kota, bahkan di Kementerian Sosial juga sering terjadi" ungkap Yusri.

Yusri juga menegaskan, Jaksa Agung Muda Pengawasan Kejaksaan Agung RI sudah selayaknya melakukan pemeriksaan dan pengawasan terhadap penanganan perkara itu.

"Jangan sampai berkembang bisik-bisik di kalangan masyarakat Riau, kasus ini masuk angin kah ?," kata Yusri.

Selain itu Yusri juga mengungkapkan, jika Jamwas Kejagung tidak turun melakukan pengawasan, maka tentunya sudah selayaknya, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) turun tangan melakukan supervisi atau ambil alih penanganan perkara yang sudah meresahkan masyarakat Riau itu.

"Sudah cukup besar sumber daya, baik tenaga, biaya dan waktu dari pihak BPK Perwakilan Riau dan Kejaksaan Tinggi Riau melakukan penyelidikan hingga memakan waktu lebih tiga tahun, tiba-tiba dengan alasan tidak ditemukan Mens Rea (niat jahat) lalu akan dihentikan," kata Yusri heran.

Jadi, sambung Yusri, Kejati Riau harus terbuka ke publik soal tidak ada niat jahat ini. "Lantaran hanya pelaku dan Allah SWT yang tahu niat seseorang, agar tidak berkembang sakwasangka di masyarakat," ujar Yusri.

Yusri juga mengutarakan penyelidikan kasus tersebut pun sudah berlangsung sejak Kajati Riau dijabat Mia Amiati dan dilanjutkan di era Kajati dijabat Jaja Subagja hingga saat ini Kajati dijabat Supardi.

Sementara itu, Ketua Yayasan Riau Hijau Watch Tri Yusteng Putra, Selasa (21/6/2022) silam menyoroti lambanya penegakan hukum pada kasus dugaan korupsi dana bansos Kabupaten Siak periode 2011-2019 itu.

"Kami sudah cukup lama juga menyuarakan ini. Apalagi sekarang sudah terungkap adanya temuan Badan Pemeriksa Keuangan yang menurut hemat saya sudah terang benderang ada perbuatan melanggar hukum. Harusnya ini yang 'digaskan' oleh Kejati Riau," ungkap Yusteng kepada wartawan, Selasa siang.

Lebih lanjut Yusteng mengatakan, menurut informasi yang ia peroleh, BPK RI dalam Laporan Hasil Pemeriksaan BPK RI atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten Siak Tahun 2013 menyatakan pemberian hibah kepada penerima yang sama dilakukan secara berturut-turut dari tahun 2011, 2012 dan 2013 tidak sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah, terutama pada Pasal 27 ayat 7 huruf f.

"Pasal tersebut berbunyi, hibah digunakan untuk menganggarkan pemberian uang atau barang atau jasa kepada pemerintah atau pemerintah daerah lainnya, perusahaan daerah, masyarakat atau organisasi kemasyarakatan, yang secara spesifik telah ditetapkan peruntukannya, bersifat tidak wajib dan tidak mengikat serta tidak terus menerus," beber Yusteng.

Tak hanya itu, pemberian hibah kepada penerima yang sama dilakukan secara berturut-turut dari tahun 2011, 2012 dan 2013 itu, juga tidak sesuai dengan Peraturan Bupati Siak Nomor 20.a Tahun 2012 tentang Sistem dan Prosedur Pengelolaan Belanja Hibah dan Bantuan Sosial yang bersumber dari APBD Kabupaten Siak, terutama pada Pasal 7 dan Pasal 16 ayat 3.

LPH (laporan Hasil Pemeriksaan) BPK tersebut sudah sangat terang, menurut Yusteng, Kejati Riau sudah punya modal yang kuat untuk menangani dugaan tindak pidana korupsi dana hibah Kabupaten Siak itu.

"Harusnya Kejati Riau bertindak lebih cepat dalam memproses ini. Karena, masyarakat Riau sudah bosan terus-menerus disuguhi informasi terkait hibah Kabupaten Siak tak kunjung tuntas. Seperti kasus Bansos, kalau dilihat penegak hukum kok lebih fokus ke bantuan yang untuk fakir miskin, sementara untuk Ormas dan OKP terkesan diabaikan," beber Yusteng.

Yusteng melanjutkan, mestinya tugas Kejati Riau adalah menuntaskan seluruh penanganan perkara, apalagi yang sudah menjadi perhatian dan meresahan masyarakat Riau. Kalau yang kasus Bansos untuk fakir miskin itu, bisa jadi sampai ke masyarakat tapi ada pemotongan. Namun yang Hibah ini, kita heran, kok tidak disentuh penegak hukum?" tutup Yusteng.

BERITA TERKAIT