Dulu Pemerintah Tekan Pers Sekarang sebaliknya
Kritik presiden ibarat pil pahit yang menyehatkan kehidupan pers saat ini. Jika dulu, tekanan kepada pers itu datang dari pemerintah, tapi sekarang berbalik, justru pers yang menekan pemerintah.
KABARRIAU.COM, LOMBOK - Presiden Joko Widodo (Jokowi) berkesempatan menyentil media di Hari Pers Nasional (HPN) 2016 yang dihelat di Mandalika, Lombok.
Tetapi, sentilan dari orang nomor satu di Republik ini justru menjadi penanda kecintaan Jokowi terhadap pers agar tetap menjadi mitra strategis di masa depan.
Kritik presiden itu ibarat pil pahit yang menyehatkan kehidupan pers saat ini. Hubungan pers dengan pemerintah saat ini dan beberapa tahun yang lalu sangat berbeda.
Jika dulu, tekanan kepada pers itu datang dari pemerintah, tapi sekarang berbalik, justru pers yang menekan pemerintah.
"Kalau dulu pers ditekan, berita_oke langsung yang baik-baik. Sekarang justru pers yang menekan pemerintah," ujar Presiden Jokowi di Lombok, Selasa (9/2/2016).
Kawasan Mandalika merupakan satu kawasan yang tengah dirancang oleh Kementerian Pariwisata (Kemenpar) sebagai Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Pariwisata, Lombok Tengah, NTB.
Jokowi menyadari, selama ini banyak disupport oleh pers. Bertahun-tahun, Presiden Jokowi ditempatkan sebagai media darling.
Dicintai media diharapkan bisa membuat perubahan besar di Indonesia. Bahkan, sampai saat ini, dia masih dielu-elukan media. Kata-katanya masih dipercaya oleh media.
Jokowi mengapresiasi tema HPN tahun 2016 ini, “Pers Yang Merdeka Mendorong Poros Maritim dan Pariwisata Nusantara”.
Poros Maritim dan Pariwisata, dua hal yang sedang getol-getolnya dieksplorasi oleh Presiden Jokowi.
Wajar, jika di beberapa destinasi prioritas, Presiden Jokowi langsung hadir dan memberi arahan, seperti di Borobudur, Tanjung Lesung, Labuan Bajo, Mandalika, sampai ke Raja Ampat Papua sana.
Dengan naiknya kunjungan wisatawan mancanegara (wisman) 2015 hinggal 10,3 persen, capaian itu di atas proyeksi dan jauh mengalahkan total growth Malaysia (-9%) dan Singapore (0 persen), sehingga membuat bangga dan semakin optimis.
Presiden yang hadir bersama Ibu Negara, Iriana Joko Widodo itu berharap, agar seluruh insan pers dan media turut membangun optimisme, etos kerja masyarakat, produktivitas masyarakat, bukan sebaliknya.
"Kadang, media kita justru mempengaruhi kita menjadi pesimisme dan juga banyak yang terjebak pada berita_oke-berita_oke yang sensasional. Apalagi kalau ditambah pendapat pengamat," kata Presiden.
Jokowi menyadari, di era kemerdekaan pers ini, setiap hari dibanjiri informasi. "Kita dihadapi oleh berbagai opini, data, informasi yang beragam bahkan terkadang status di media sosial-pun bisa jadi berita_oke. Informasi itu sangatlah beragam maknanya, jika diibaratkan ada yang layaknya jamu, vitamin atau bahkan pil pahit yang menyehatkan. Tetapi, juga ada yang sekedar informasi yang bisa mengganggu akal sehat," katanya.
Presiden sempat memberikan contoh beberapa judul berita_oke di media yang mengganggu pikiran masyarakat.
Misalnya, sejumlah judul berita_oke "Indonesia Diprediksi Akan Hancur', 'Semua Pesimis Target Pertumbuhan Ekonomi Tercapai', 'Pemerintah Gagal Aksi Teror, Tak Akan Habis Sampai Kiamat-pun', 'Kabut Asap Tak Teratasi Riau Terancam Merdeka'.
Bahkan menurut Presiden, ada berita_oke yang lebih seram, 'Indonesia Akan Bangkrut, Hancur. Rupiah Akan Tembus Rp 15.000, Jokowi-JK Akan Ambyar.'
"Kalau judul seperti ini diteruskan di era kompetisi seperti ini, yang muncul adalah pesimisme, sebuah etos kerja yang tidak terbangun dengan baik. Yang muncul adalah hal-hal yang tidak produktif, bukan produktivitas," ingat Presiden dihadapan insan pers itu," katanya.
Di era persaingan antar negara ini yang dibutuhkan di dalam negeri adalah membangun kepercayaan.
Presiden menggarisbawahi bahwa tanpa kepercayaan jangan berharap akan terjadi aliran arus uang, investasi dan modal yang masuk.
"Kepercayaan itu yang bisa bangun adalah media, pers. Persepsi muncul, imej muncul karena berita_oke-berita_oke," ujar Presiden.
Sementara itu, Menteri Pariwisata (Menpar) Arief Yahya dalam beberapa kesempatan menyebutkan istilah "Indonesia Incorporated" untuk kepentingan bangsa, demi kejayaan negeri, semua unsur harus bersatu.
"Karena rival kita itu bukan kita sendiri, tetapi bangsa-bangsa lain," katanya.
Arief menempatkan media sebagai satu unsur yang sama pentingnya dengan empat unsur lain dalam Pentahelix.
"Unsur itu adalah Academition, Business, Goverment, Community, dan Media," kata Arief Yahya.
Di sisi lain, Presiden menyadari bahwa karena didesak oleh kecepatan terutama media-media online ingin segera memuat berita_oke terbaru, tapi seringkali melupakan kode etik jurnalisme dan etika pemberita_okean.
"berita_okenya jadi tidak akurat, tidak berimbang, campur aduk antara fakta dan opini, " kata Presiden.
Bahkan, terkadang, kata Presiden, berita_oke-berita_oke yang tidak mempertimbangkan etika jurnalisme dapat menjadi berita_oke yang tidak berimbang dan tidak jarang dapat menghakimi seseorang.
"Menurut saya, ini berbahaya sekali," kata Presiden.
Di akhir sambutannya, Presiden berharap, pers dapat menjadi pilar keempat demokrasi dengan menghadirkan informasi yang lebih jujur, akurat dan obyektif. "Pers harus selalu memberi tempat suara bagi masyarakat," katanya.
Presiden mengingatkan, pentingnya peran media bagi masyarakat karena media dan pers menjadi pembentukan moral, karakter, mentalitas, dan moralitas.
Oleh karenanya, Presiden Jokowi berharap, agar di saluran televisi diputarkan lagu-lagu nasional, lagu kebangsaan Indonesia yang dimunculkan seperti Padamu Negeri, Garuda Pancasila. Dan lagu-lagu itu ditayangkan pada waktu prime time.
"Sehingga, anak-anak kita dari Sabang sampai Merauke akan hafal lagu nasional kita. Bukan hanya bertumpu pada rating," kata Presiden Jokowi.
Puncak Peringatan HPN 2016 ini dihadiri oleh para menteri anggota Kabinet Kerja, Panglima TNI Gatot Nurmantyo, Kapolri Badrodin Haiti, pimpinan BUMN, Duta Besar negara sahabat, pemilik media, dan sejumlah pemimpin redaksi.(*)
Liputan : Piter/Red.
Kategori : Nasional.

